Sekiranya belum mampu sepenuhnya, kita bisa menanggung sebagian (pendidikan), terutama yang masih kerabat (QS 90: 15). Ganjaran bagi orang yang menanggung yatim adalah berdampingan dengan baginda Nabi SAW kelak di surga (HR Bukhari).
Kedua, jangan menjadikan yatim sebagai alat pencitraan demi kepentingan pribadi, apalagi mengeksploitasi hak-hak dan hartanya. Orang yang memakan harta yatim tak ubahnya menelan api neraka dan hidupnya akan sengsara di dunia dan akhirat (QS 4:10). Meskipun taat menjalankan ibadah ritual, mereka di hadapan Allah SWT tak bermakna dan disebut pendusta agama (QS 107: 1-3).
Memberdayakan anak yatim dan miskin adalah hal yang sangat penting. “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, ‘Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.’ Dan jika kamu mempergauli mereka maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan ….” (QS 2: 220).
Prof M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa jika hanya berpikir tentang dunia, anak yatim dan orang lemah tidak akan terbantu karena tidak ada imbalan duniawi yang akan diperoleh dari mereka. Tetapi, jika berpikir tentang akhirat, pasti anak yatim termasuk yang dipikirkan nasibnya. Mendidik, bergaul, memelihara, serta mengembangkan harta mereka yang dilakukan dengan baik dan wajar. Itulah sikap yang dituntut terhadap anak-anak yatim.
Walhasil, kehadiran anak yatim dan miskin menjadi jalan ke surga. Allahu a’lam bish-shawab. (rol)
OLEH HASAN BASRI TANJUNG