Eramuslim – Sejatinya setiap orang mengidamkan rumah yang bagus dalam membina keluarga. Nabi Muhammad SAW berpesan, ada empat indiktor kebahagiaan seseorang, yakni istri salehah, tetangga yang baik, kendaraan yang nyaman, dan rumah yang lapang (HR Ahmad).
Namun demikian, rumah bukanlah sekadar bangunan fisik yang indah dan luas serta dilengkapi aksesori bernilai tinggi. Sebab, ia adalah wadah kaderisasi dalam melahirkan insan beriman dan beramal saleh yang berhias keadaban.
Keutamaan sebuah rumah ditentukan oleh pancaran cahaya keimanan yang menerangi lingkungan sekitarnya. Nabi SAW mengingatkan agar rumah kita jangan menjadi kuburan karena tiada shalat dan lantunan Alquran di dalamnya (HR Bukhari).
Oleh sebab itu, rumah atau keluarga yang baik (khair al-usrah) adalah ketika kehadirannya menjadi inspirator, motivator, dan fasilitator kesuksesan orang lain, terutama anak yatim dan miskin (dhuafa). “Sebaik-baik rumah kaum Muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan seburuk-buruk rumah kaum Muslimin adalah rumah yang menampung anak yatim tetapi diperlakukan dengan buruk.” (HR Ibnu Majah).
Pesan Nabi SAW tersebut mengisyaratkan dua hal penting. Pertama, keberadaan yatim hakikatnya menjadi jalan meraih surga dan rumah yang menampungnya akan dilimpahi keberkahan. Memuliakan mereka seperti anak sendiri dan memberi makan seperti makanan kita (HR Ibnu Majah).