Eramuslim – Ketenangan dan kekhusyukan shalat merupakan esensi yang utama. Ketiadaan ketenangan atau kerap disebut thuma’ninah akan mengancam hilangnya ruh dari shalat itu sendiri.
Bahkan, dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW mengibaratkan mereka yang kehilangan thuma’ninah, adalah para pencuri shalat.
”Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dari shalatnya. Para sahabat nabi bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dia mencuri dari shalatnya?’ Beliau menjawab, [Ia] tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad).
Suatu hari, seusai shalat berjamaah, Rasulullah duduk bersama para sahabatnya di salah satu sudut masjid. Tiba-tiba datang seorang laki-laki ke sebuah sudut lain dan langsung mengerjakan shalat sendirian. Dalam shalatnya orang itu rukuk dan sujud dengan cara mematuk (sebentar-sebentar) karena terburu-buru. Melihat hal itu, kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabatnya, ”Apakah kalian menyaksikan orang ini? Barang siapa meninggal dalam keadaan [shalatnya] seperti ini, maka dia meninggal di luar agama Muhammad.” Nabi SAW kemudian meng-qiyas-kan (memperumpamakan) orang itu seperti burung gagak yang sedang mematuk darah dan seperti orang lapar yang hanya makan sebutir atau dua butir kurma. ”Bagaimana dia bisa kenyang?” tanya beliau. Sikap terburu-buru dalam shalat, hingga merusak gerakan dan makna shalat, menurut Muhammad Shalih Al-Munajim termasuk perbuatan dosa. Hal itu sama saja dengan memusnahkan thuma’ninah ‘tenang/diam sejenak’ yang merupakan salah satu rukun shalat.