Demikianlah. Masyarakat Yastrib–nama sebelum Madinah–awalnya terbiasa dengan praktik-praktik kecurangan. Dengan kedatangan Rasulullah SAW yang membawa risalah Alquran, maka tak ada lagi yang berani mempermainkan takaran. Para pedagang di Madinah berubah menjadi pebisnis yang paling jujur seantero Arab.
Kecurangan yang disinggung dalam firman Allah SWT itu tak sekadar dalam praktik jual-beli, melainkan lebih luas lagi. Muthafifin juga dapat merujuk pada mereka yang gemar mengurangi hak orang lain. Mereka itulah yang diancam dengan suatu kecelakaan besar. Allah mengancam akan memasukkan mereka ke dalam neraka wail, lembah di neraka jahanam yang sangat dahsyat siksanya.
Kecurangan yang diancam dengan siksa neraka itu, sekali lagi, tak sebatas perkara niaga. Itu juga berkenaan dengan kehidupan orang di tengah keluarga, masyarakat, dan negara. Siapakah yang patut disebut sebagai pelaku kecurangan? Yakni seseorang atau sekelompok orang yang meminta keistimewaan, penghargaan, atau pelayanan bagi diri sendiri atau golongannya saja.
Terhadap orang lain atau golongan luarnya, mereka bersikap masa bodoh. Mereka bersikap partisan, bahkan ketika kewajibannya untuk bersikap seadil-adilnya dan setransparan mungkin.
Pada masa pemilihan umum (pemilu) seperti saat ini, ratusan juta rakyat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya. Mereka telah mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dengan harapan, suara mereka dapat ditampung dan dihitung secara cermat dan adil.
Mereka tentu saja tidak menginginkan adanya pengurangan ataupun penggelembungan suara yang tidak semestinya, baik itu kepada kandidat pilihannya apalagi yang bukan pilihan.
Dalam konteks ini, surah al-Muthaffifiin, khususnya ayat 10-18, menjadi relevan. Terjemahannya sebagai berikut.
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata, ‘Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): ‘Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan.” (kl/rol)