Eramuslim – Bagaimana perspektif yang benar tentang daging dalam Islam? Haruskah Muslim menjadi vegetarian, karnivora, atau omnivora?
Dilansir dari laman About Islam Kamis (6/8), Nabi Muhammad SAW berkata:
وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
“Keunggulan Aisyah atas wanita lain seperti keunggulan tsarid (semacam olahan sayur campuran kentang dan tomat serta bumbu rempah) atas makanan lainnya,” (Bukhari).
Ketika seseorang pertama kali membaca hadits di atas, ini tampak tidak kontroversial dan hanya berpikir bahwa Rasulullah SAW menyukai tsarid saja. Namun, seorang vegetarian yang membacanya mungkin akan kesulitan menerima fakta bahwa Nabi Muhammad SAW mengangkat hidangan daging ke peringkat yang tinggi di antara makanan.
Di sisi lain, Yahya telah meriwayatkan sebuah hadis yang mungkin menyenangkan para vegetarian. Itu menyatakan bahwa Umar bin al-Khattab RA berkata:
إِيَّاكُمْ وَاللَّحْمَ، فَإِنَّ لَهُ ضَرَاوَةً كَضَرَاوَةِ الْخَمْرِ
“Waspadalah terhadap daging. Itu memiliki ketagihan seperti kecanduan anggur” (HR Malik).
Dalam hadits ini, tampaknya daging tidak memiliki kedudukan yang begitu tinggi. Sebaliknya, tampaknya itu merupakan salah satu makanan yang tidak baik untuk dikonsumsi.
Dalam argumen daging, harus diperhatikan bahwa Nabi Muhammad sendiri makan daging. Dia bahkan mendorong memakannya, dan Allah SWT telah meminta sembelihan kurban pada saat Idul Adha untuk tujuan konsumsi.