Pemimpin itu Bukan yang Berbicaranya Menyakitkan

Eramuslim – MENJAGA mulutnya agar tidak kemasukan barang haram. Menjaga mulutnya agar tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya dikatakan. Masuk keluarnya sesuatu dari mulut itu harus benar-benar dijaga, sebab letak keselamatan manusia, dunia dan akhiratnya itu terletak pada kemampuannya untuk menjaga hal tersebut di atas.

Abu Bakar ash-Shiddiq, khalifah pertama pengganti Rasulullah pernah meletakkan tongkat di mulutnya untuk menjaga ucapannya. Lalu ia menunjuk lisannya seraya berkata: Inilah yang dapat mengeluarkanku dari tempat tempat keluar (maksudnya: keluar dari batas-batas kebenaran). Sebagai khalifah, Abu Bakar dikenal orang yang paling hemat dalam berbicara. Ketika ditunjuk menjadi khalifah, ia hanya berpidato sebentar.

Meskipun pidatonya sebentar, tapi kata-katanya dihafal oleh para sahabat, juga kaum muslimin hingga sekarang. Singkat tapi padat. Penuh arti dan konsisten. Apa yang dikatakan, itulah yang ada di dalam pikiran dan perasaannya. Antara ucapan dan tindakannya tidak terdapat perbedaan. Antara ucapannya hari ini dan besok tidak saling bertentangan.

Meskipun Abu Bakar memerintah kaum muslimin dalam tempo yang amat singkat, tapi banyak hal yang bisa diselesaikan. Ancaman disintegrasi (pemurtadan), kerusuhan rasial antar suku dan golongan, dan berbagai gejolak dalam negeri segera dapat diatasi, bukan dengan kata-kata, tapi tindakan. Bukan dengan lelucon, humor, apalagi gaya ketoprakan. Pemimpin model Abu Bakar inilah yang kita nantikan saat ini untuk memimpin bangsa Indonesia menuju gerbang masa depan.

Semua pemimpin seharusnya dapat menahan diri dari perkataan yang tidak benar, mengandung fitnah, dan adu domba. Mereka harus menahan diri dari ucapan yang dapat menyakiti atau melukai perasaan orang lain, walaupun mengandung substansi yang benar. Pemimpin adalah orang yang hemat berbicara, sedikit berkata-kata, dan berbicara seperlunya saja. (Inilah)