Para pedagang itu pun menaikkan harga barang dagagan mereka berkali-kali lipat sehingga sahabat terpaksa pulang dengan perut lapar, tidak membawa apa pun.
Tiga tahun berjalan, embargo ini dikecam oleh beberapa orang dari kalangan Bani Qushayy. Mereka menyatukan kata untuk membatalkan perjanjian embargo yang mereka sepakati. Sementara itu, Allah Swt. Sudah mengirimkan pasukan rayap untuk memakan habis lembaran perjanjian embargo yang kejam itu. Hanya bagian yang bertuliskan lafal “Allah” yang tersisa.
Rasulullah Saw. menyampaikan berita itu kepada pamannya, Abu Thalib. Abu Thalib berkata, “Apakah Tuhanmu telah mengabarimu tentang hal itu?”
“Ya,” jawab Rasulullah Saw.
Abu Thalib pun segera menemui orang-orang Quraisy. Ia meminta mereka untuk menunjukkan lembaran embargo. Sesaat kemudian, lembaran itu diambil dari dinding Ka’bah dan ditunjukkan kepada Abu Thalib dalam keadaan tergulung.
Abu Thalib berkata, “Sesungguhnya keponakanku tidak pernah berdusta kepadaku. Ia mengatakan bahwa kepada Allah Swt. Telah mengirimkan rayap untuk memakan lembaran perjanjian yang berisi kebusukan dan pemutusan silaturahim ini. Jika dikatakan itu benar, sadarlah kalian dan tinggalkanlah pikiran buruk yang kalian pendam. Demi Allah, kami tidak akan menyerahkannya sampai orang terakhir dari puak kami meregang nyawa. Akan tetapi, jika yang dikatakannya itu tidak terbukti, kami akan langsung menyerahkannya kepada kalian. Kalian boleh melakukan apa saja kepadanya.”
Orang-orang Quraisy berkata, “ Baiklah, kami setuju.”
Mereka lalu membuka lembaran yang masih tergulung itu. Semua mata tertuju padanya. Ternyata, setelah dibuka, semua tulisan suku Quraisy itu sudah hancur, kecuali lafal Allah, sebagaimana diberitakan Rasulullah Saw.
Tetapi, alih-alih memercayai ucapan Rasulullah Saw., orang-orang kafir itu justru berkata ketus kepada Abu Thalib, “Ah, ini semua adalah sihir keponakanmu itu.” Kekufuran mereka semakin bertambah. Subhanallah. [Paramuda/ BersamaDakwah]