Eramuslim – Kecintaan seorang muslim dalam beribadah tergambar dari kesediaannya menunggu ibadah itu datang lagi. Baginya, ibadah terasa manis. Manisnya ibadah tak lain adalah buah dari iman. Misalnya salat. Kehadirannya ditunggu, lantaran salat membawa nikmat. Salat memberikan kesegaran fisik, psikis, dan fisiologis.
Secara teoritis, pantas kalau salat membawa nikmat. Pertama, karena salat adalah ibadah yang diawali dengan pengakuan akan kebesaran Allah SWT dengan ucapan “Allahu Akbar”. Tak ada yang berkuasa, digdaya, berpengaruh selain Allah SWT. Kesadaran ini, secara psikologis, membuat orang yang salat me-nol-kan dirinya.
Artinya, di hadapan Allah SWT ia tidak menghargai dirinya satu, sepuluh, atau seribu. Padahal sikap mental inilah yang kerap membuat manusia tinggi hati. Setelah lafazh “Allahu Akbar” terlontar, maka orang yang salat merasakan kebesaran Allah SWT yang tak terhingga. Ia pun merasa dirinya kecil dan kerdil.
Kedua, sepanjang salat berlangsung sejatinya orang yang salat sedang berdoa, memohon kepada Allah SWT. Persis seperti makna generik salat yang berarti doa. Oleh karena itu, apabila dihayati kata demi kata dari bacaan salat, maka itu ibarat rangkaian puisi paling indah. Maka tak heran kalau salat membuat ketagihan dan selalu ditunggu.
Ketiga, ujung dari salat adalah mengucapkan salam. Salam berarti kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan. Artinya, bagi orang yang khusyu salatnya, di ujung salat ia merasakan itu semua. Di samping, ia merasakan kesegaran fisik ketika rukuk, merasakan kesyahduan eksistensial ketika sujud.