Terkait dengan sorban, ada satu cerita yang ditulis ulang oleh Sayyid bin Alwi al-Maliki dalam karyanya al-Busyra. Diceritakan saat meregang nyawa, Khadijah isteri tercinta Nabi SAW berbisik kepada puteri tercintanya, Fatimah. Khadijah yang merasa takut akan siksa kubur menyuruh Fatimah memintakan sorban Nabi SAW untuk kain kafannya.
Seperti diketahui, setiap kali menerima wahyu dari Allah SWT, Nabi SAW senantiasa memakai sorban. Sorban itulah yang diminta Khadijah. Dengan penuh haru Nabi SAW berkata, “Wahai Khadijah, Allah berkirim salam kepadamu dan Dia telah persiapkan tempatmu di surga”. Diceritakan, setelah itu Jibril turun membawa lima kain kafan.
Terkait dengan selendang Nabi SAW, Syaikh Hamami Zadah dalam karyanya Tafsir Surah Yasin menulis cerita menarik. Satu hari Nabi SAW pulang ke rumah isteri beliau, Aisyah. Aisyah menyambut beliau sambil memegang sorban Nabi SAW seraya berkata, “Alangkah mengherankan, basah sorban dan pakaian engkau karena hujan?”
Padahal pada hari itu, lanjut Syaikh Hamami Zadah, diketahui tidak ada hujan yang turun. Maka Nabi SAW paham bahwa Aisyah telah mampu melihat hujan yang terjadi di alam gaib. Lalu Nabi SAW bertanya, “Pada hari ini dengan apa kamu menutup kepalamu?” Aisyah menjawab, “Aku menutupi kepalaku dengan selendang milikimu.”
Sejurus Nabi SAW lalu menjelaskan soal selendang itu kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, selendang itu sungguh telah mengangkat tabir matamu sehingga kamu bisa melihat hujan di alam gaib. Wahai Aisyah, di alam gaib terdapat hujan, mendung, matahari dan bulan, tidak ada yang bisa melihat semua itu kecuali para wali dan orang-orang saleh”.
Semoga sorban dan selendang yang kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT “bertuah” secara teologis dan sosiologis. Secara teologis, insya Allah kita akan beroleh pahala yang akan kita nikmati di akhirat. Secara sosiologis, diharapkan dapat memengaruhi masyarakat untuk menjalankan sunah Rasullah SAW yang berdimensi etik dan estetik. (rol)
Oleh Dr Syamsul Yakin MA