Lisan adalah amanah. Ia akan menjadi sarana surga atau neraka tergantung bagaimana memanfaatkannya. Jika disibukkan dengan ghibah, dusta, ataupun perkataan sia-sia lainnya, baginya neraka yang menyala api siksanya.
Sebaliknya, bagi orang-orang yang memanfaatkannya dengan kalimat kebaikan; menghargai sesama, berkata sopan dan santun, memuji secukupnya, ucapkan perkataan yang baik, serta perbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala; itulah lisan yang kelak mengantarkan sang teramanahi menuju surga. Ialah tempat terbaik yang penuh dengan kenikmatan.
Janganlah kalian banyak bicara selain berdzikir kepada Allah. Jangan banyak bicara dengan perkataan yang sia-sia. Kurangi perbincangan yang berlebihan. Sebab, meski sebuah perbincangan dibolehkan, jika kadarnya berlebihan bisa menjurus pada perkara ghibah maupun dusta.
Selain itu, banyak bicara selain dzikir bisa berakibat pada mengerasnya hati. Perkataan yang terlontar adalah buah dari pikiran, yang sebelumnya berasal dari sanubari seseorang sebagai raja dalam tubuh. Jika bentuknya sia-sia, dosa dan kemaksiatan; maka hal itu pula yang menjadi isi hatinya.
Kerasnya hati bisa berakibat pada kesombongan. Sebab ia tidak mau bahkan menolak kebenaran, meskipun cahaya kebenaran itu seterang bulam tatkala purnama.
Sedangkan orang yang sibukkan dirinya dengan perkataan selain dzikir, ia akan disibukkan dengan semua jenis perkataan yang melalaikan hati, melenakkan jiwa, dan menumpulkan pikiran dari tadabbur terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala. Maka mereka itulah orang yang dijauhkan dari Allah Ta’ala.
Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari perkataan yang sia-sia. Sebab dalam riwayat yang shahih disebutkan, “Di antara tanda bagusnya Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” [Pirman/kisahikmah]