Sementara Abdurrazzaq, seperti dikutip Mahmud Asy-Syafrowi, menyebutkan bahwa rumput itu berjingkrak-jingkrak.
Mahmud Asy-Syafrowi menduga, dengan menciptakan keganjilan itu, mungkin Allah hendak menyampaikan pada manusia bahwa lajur hidup dan kehidupan itu tidak serta-merta lurus, tetapi berwarna-warni.
“Khidir termasuk sebagian keganjilan itu sendiri,” katanya. “Allah memberikan keistimewaan itu padanya adalah sebagai rahmat. Karena rahmat itulah Khidir menjadi manusia yang seakan ‘asing’ dalam pemahaman kita,” lanjut Mahmud Asy-Syafrowi.
Selebihnya, kata Mahmud Asy-Syafrowiwarna lagi, hijau adalah melambangkan kesejukan, kedamaian, kesegaran jiwa, dan kehidupan.
“Hal ini sangat sesuai dengan sosok Nabi Khidir yang selalu mendatangkan kesejukan di mana pun beliau berada. Kehadiran beliau selalu membawa berkah dan kebaikan untuk semuanya,” ujarnya.
Menurut Mahmud Asy-Syafrowi, Nabi Khidir adalah sosok yang senantiasa mengajarkan hikmah dan kebaikan, sehingga wujud dan keberadaannya senantiasa merepresentasikan kedamaian dan kesejukan.
“Tidak hanya kepada manusia, tapi pada segenap aspek kehidupan sepenuhnya, menyangkut kebaikan dalam hubungan antarsesama manusia, hubungan dengan Tuhan, maupun hubungan dengan alam semesta,” katanya.[Miftah H Yusufpati/Sindonews]