Kedua, misteri kematian terletak pada kata bagaimana.
Dalam rahim, ada bayi yang mati. Allah Ta’ala yang mematikannya. Tapi, selalu ada sebab. Hanya dua, baik atau buruk. Janin yang digugurkan karena prosesnya haram, adalah kisah kepiluan yang jumlahnya makin bertambah. Betapa bejatnya, janin yang tak berdosa harus mati karena ulah jahil manusia? Bahkan, yang mengambil inisiatif untuk membunuhnya adalah mereka yang ‘membuatnya’ dengan cara haram itu.
Saat remaja misalnya, ada pula kematian yang membuat senyum keluarga yang ditinggalkannya. Betapa lekat dalam pikiran kita. Di Palestina, Suriah, Mesir, Rohingnya dan negeri kaum muslimin lainnya, tengoklah remaja-remaja di sana. Mereka yang baru memasuki episode kehidupan ingin mencoba banyak hal itu, diwafatkan oleh Allah Ta’ala melalui jihad yang mulia. Mereka syahid, insya Allah. Sebab, mereka dijajah. Jika pun melawan, niat mereka adalah pertahankan harga diri, tanah air dan agama. Betapa mulianya. Dan, betapa bedanya dengan remaja kita yang harus mati lantaran terlibat tawuran. Duh!
Jawaban atas kata tanya “di mana” adalah misteri yang ketiga.
Amat banyak kisah orang shaleh yang wafat saat mereka tengah bermunajat kepada Rabbnya. Baik dalam keadaan menuju ke masjid atau majlis ilmu, saat bertakbir pertama dalam shalat, rukuk, sujud, tahiyyat, berdzikir, bahkan ada banyak orang shaleh yang dijemput nyawanya saat baru keluar dari masjid seusainya shalat Subuh, ketika orang lain masih lelap dalam tidur lalainya.
Tak sedikit pula cerita memilukan yang sampai ke telinga kita. Betapa tak sedikitnya mereka yang mati di ranjang dalam keadaan berzina. Ada juga maling yang harus dikeroyok massa, kemudian meregang nyawa ketika belum sempat bertobat, ia mati tepat di lokasi ketika dihakimi masyarakat. Ada juga yang dicabut nyawanya dengan keras di meja judi atau saat menenggak benda-benda yang diharamkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Maka sampai kapan pun, mati memanglah misteri. Namun, ada satu hal yang bisa kita upayakan: merencanakan kematian.
Memang, kita tak tahu kapan akan mati. Maka, diri ini harus berupaya sekuat tenaga agar selalu dalam kebaikan di sepanjang waktu. Baik di pagi hari ketika membuka kelopak mata, menuju rumah Allah Ta’ala untuk menunaikan Subuh berjama’ah, hingga saat kita memejamkan mata kembali. Semoga dengan itu, Allah Ta’ala mematikan diri ini ketika tengah berdzikir menyebut nama-Nya Yang Mulia.
Kemudian, lantaran diri tak bisa menebak dalam keadaan bagaimana kelak menjemput maut, barangkali satu hal yang bisa kita lakukan adalah senantiasa menjaga diri dari aktivitas yang dilarang. Mengupayakan yang wajib, utamakan yang sunnah, berpelit diri dengan yang mubah dan haramkan dengan apa yang memang dlarang-Nya. Sebab, bagaimana mati erat kaitannya dengan bagaimana kita menjalani hidup sehari-hari.
Selajutnya, oleh karena kita tak mengerti di mana akan mati, maka upayakan untuk selalu berada di tempat-tempat kebaikan. Di rumah bersama keluarga, di masjid-masjid bersama pecinta surga, di majlis ilmu dengan mereka yang mencintai nabi, dan tempat penuh kebaikan lainnya. Karena satu hal yang pasti, siapa yang tidak sibuk di tempat kebaikan, maka ia akan aktif di wilayah keburukan yang penuh kemaksiatan.
Semoga Allah Ta’ala kurniakan husnul khatimah dan kesyahidan kepada kita semua, aamiin. [Pirman/kisahikmah]