“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga….” (QS. At-Tahrim: 8)
DOSA memang tidak pernah memilih. Siapa pun bisa dihinggapi. Ketika cahaya Allah meredup dalam hati seorang hamba, tarikan maksiat menjadi lebih kuat. Tiba-tiba, dosa menjadi lebih mudah dilakukan daripada taat dalam ibadah. Karena itu, istighfar menjadi rutinitas yang mesti terus mengalir menyiram hati yang mulai gersang. Karena taubat menyimpan seribu satu anugerah. 1. Taubat membuka pintu rezeki
Kepicikan berpikir manusia kadang menggiringnya pada sebuah kesimpulan sederhana: mencari rezeki haram saja susah, apalagi yang halal. Sedemikian mudahnya orang menipu, mencuri, hanya karena satu alasan: demi kelangsungan hidup.
Tidak banyak orang menyadari kalau ada energi lain di balik kebersihan diri dari segala salah dan dosa dalam hubungannya dengan rezeki. Itulah yang disebut dengan keberkahan: sebuah nilai tambah yang menjadikan rezeki sedikit, mempunya nilai guna yang maksimal. Maha Benar Allah dalam firman-Nya dalam surah Al-A’raf ayat 96. “Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….”
Ketika kesadaran kembali pada kebersihan diri lahir, itu saja sudah membuka pintu rezeki baru. Taubat yang dilakukan dengan benar dan sepenuh hati akan mendatangkan segala kemudahan dari Allah. Maha Agung Allah dengan firman-Nya, “Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS 71: 10-12).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini, apabila manusia bertobat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan senantiasa menaati-Nya; niscaya Allah akan menambahkan rezeki orang itu. Allah juga menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu perahan, membanyakkan harta dan anak-anak, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam buah-buahan, serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu untuknya.
2. Taubat membangun kekuatan persaudaraan
Pesaudaraan lahir karena adanya ikatan kuat. Ikatan itu bisa karena pertalian darah, etnis, dan akidah. Dari sinilah persaudaraan tumbuh. Dan akan berkembang ketika masing-masing pihak bersemangat untuk saling memberi. Bukan meminta, apalagi mengambil paksa.
Penzaliman seperti itu akan merusak bahkan memutus tali persaudaraan yang sudah terjalin. Ketika tali itu putus, yang muncul bukan lagi persaudaraan. Melainkan, kebencian dan permusuhan.
Kesadaran untuk kembali kepada kesucian membangun kegairahan baru untuk memperhatikan hak. Termasuk hak-hak yang pernah tercederai. Dari situlah seseorang mengembalikan semua hak orang lain yang pernah terzalimi. Termasuk hak-hak Allah yang pernah terlalaikan.
Hati manusia bisa keras dengan kebencian dan permusuhan. Dan akan melunak dengan maaf dan hadiah. Sulit membayangkan seseorang akan tetap komitmen dalam permusuhan ketika yang dimusuhi meminta maaf dan mengembalikan semua harta yang mungkin sudah dianggap hilang.
3. Taubat menyegarkan semangat hidup
Fitrah manusia cenderung kepada kesucian. Jiwa, pikiran, dan jasad manusia akan sehat jika hati tetap pada jalan yang istiqamah. Ketika terjadi kebengkokan itulah, jiwa mulai gelisah.
Orang yang gelisah kerap melihat fakta hidup dengan kacamata sebelah: ketidakpuasan. Akan selalu ada konflik di peran mana pun yang ia ambil. Karena ketidakpuasan berangkat dari semangat meminta. Sementara ketenangan dari semangat memberi.
Pada keadaan tertentu, semangat meminta ini bisa memanas pada pemaksaan. Bayangkan jika orang-orang seperti ini memegang tingkat kekuasaan tertentu. Bisa keluarga, organisasi, bahkan masyarakat dan negara. Maka, kegelisahan hidup tidak lagi milik pribadi, tapi sudah merebak menjadi milik bersama.
Kegelisahan-kegelisahan yang tidak menemukan titik kendali yang pas akan berujung pada putus asa. Dan putus asa bisa menggiring seseorang pada pengkerdilan nilai hidup. Hidup menjadi tak lebih dari sekadar aktivitas pemuas kenikmatan.
Ketika seorang hamba Allah bertaubat, segala ketidakpuasan dan keputusasaan dipertemukan dengan energi besar yang bernama hidayah dan ampunan. Saat itulah, puing-puing ketidakpuasan terkikis habis dengan terangnya cahaya iman. Ada kedekatan dengan Yang Maha Kuat, Maha Bijaksana, Pengasih dan Penyayang. Ada kesadaran tentang hakikat hidup. Dan ada kegairahan meraih nilai-nilai hidup yang sebenarnya.
4. Taubat melembutkan hati untuk dekat kepada Allah swt.
Hati memang sesuatu yang penuh misteri. Ia menjadi raja bagi seluruh kegiatan manusia. Hati begitu dinamis merespon bahkan menyetir segala suasana yang melingkupi hidup seorang manusia. Kadang ia bisa keras karena keringnya sentuhan iman. Dan menjadi begitu lembut ketika rengkuhan nilai keimanan menjadi begitu kuat.
Taubat seorang hamba Allah sebenarnya menyatakan bahwa hatinya mulai melunak. Ada celah-celah cahaya hidayah yang mulai merambat masuk ke hati. Jika taubat tidak diikuti dengan perawatan yang baik, bisa jadi, celah-celah tadi mengecil dan akhirnya tertutup kembali. Dan Allah swt. lebih cepat membuka pintu cintaNya daripada hambaNya yang akan menuju taubat.
Maha benar Allah dengan firman-Nya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Q.S. An-Nur:31). (fzl/saksi)