Generasi Shalahuddin dilahirkan para ulama semisal Imam al-Ghazali, Syekh Abdul Qadir al-Jillani, dan sebagainya. Generasi ini berhasil membebaskan Kota Yerusalem pada 1187 M. Simaklah lahirnya generasi ini dalam buku “Hakadza Dhahara Jiilu Shalahuddin… ” karya pakar pendidikan Dr Majid Irsan al-Kilani. Pola pendidikan pada generasi ini pun mengacu kepada konsep penanaman adab dan peningkatan ilmu, beroros konsep “tazkiyyatun nafs” (pensucian jiwa).
Sementara itu, generasi Muhammad al-Fatih dilahirkan guru-guru hebat pula, seperti Syekh al-Kurani dan Aaq Syamsuddin. Pola pendidikannya pun sama: penanaman adab dan peningkatan ilmu. Syekh Aaq Syamsuddin adalah seorang ulama ahli tasawwuf, syariah, akhlak, pengobatan, dan sebagainya.
Prestasi gemilang generasi ini adalah membuka Kota Konstantinopel pada 1453 dan membangun satu peradaban yang unggul. Itu karya sebuah generasi. Bukan karya seorang Muhammad al-Fatih, yang naik takhta pada usia 22 tahun.
Dan generasi ini lahir dari sebuah model pendidikan yang tepat, yang berawal pada penanaman adab. Tidak heran jika ulama terkenal Ibn al-Mubarak menyatakan, bahwa porsi adab dalam agama Islam, adalah dua pertiganya (kada al-adabu yakunu tsulutsay al-dini). (rol)