Eramuslim.com – Allah Ta’ala menciptakan kematian dan kehidupan bagi manusia, salah satunya, untuk mengetahui; manakah di antara manusia-manusia itu yang paling bagus amalnya. Berbeda dengan seruan dzikir yang menggunakan kata keterangan ‘sebanyak-banyaknya’, perintah beramal identik dengan kualitasnya.
Artinya, amalan sangat terkait dengan kualitas, bukan sekadar kuantitas. Karena itu, kita menjumpai sebuah hadits ‘amalan yang terbaik dan disukai Allah Ta’ala adalah yang rutin dikerjakan, meski frekuensinya sedikit’. Meskipun, jika seseorang bisa memperbanyak amal dengan kualitas terbaik, tentulah hal itu akan sangat dianjurkan dan membanggakan.
Manusia terbaik dan manusia terburuk, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, juga ditentukan berdasarkan kualitas amal dan jumlah usianya. Disebut terbaik jika seseorang memiliki umur yang panjang dan senantiasa berada di dalam ketaatan. Sebaliknya, julukan manusia terburuk disematkan kepada mereka yang umurnya panjang, tapi kesibukannya adalah maksiat dan dosa kepada Allah Ta’ala.