Ayat ini menjelaskan adanya keterkaitan antara perintah salat dengan perintah kurban yang menunjukkan bahwa perintah kurban sangat ditekankan di dalam Islam. Ini merupakan suatu hal yang logis, karena menurut ajaran Islam misi hidup adalah pengabdian serta pendekatan diri pada Allah semata.
Sebagaimana firman-Nya:
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi kepada-Ku.” ( Qs AdzDzariat: 56).
Hidup yang bermakna di sisi Allah SWT adalah hidup yang tiduk pernah sunyi dari pengabdian dan pendekatan diri kepada-Nya. Di samping nilai spiritualnya, ibadah kurban memiliki nilai-nilai sosial kemanusiaan yang luhur. Di antara lain;
Pertama, kurban mengajarkan pada kita untuk bersikap dermawan, tidak tamak, rakus, serakah, dan kikir. Kurban mendidik kita untuk peduli dan mengasah sikap sosial. Sebab seseorang tidak pantas kenyang dan kaya sendirian sementara banyak tetangganya, masyarakat di sekitarnya, bahkan di negerinya yang sangat membutuhkan bantuan dan uluran tangan.
Kedua, secara simbolis kurban mendidik kita untuk membunuh sifat-sifat tercela sebagaimana disampaikan di atas. Di antara sifat-sifat tercela yang harus kita kubur yaitu sikap mau menang sendiri, egois, berbuat sesuatu atas nama nafsu, dan lain-lain.
Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran Surat At-Tin, bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, akan tetapi jika tingkah lakunya tidak didasari iman dan amal shaleh, maka manusia akan jatuh martabatnya hingga menjadi lebih hina dari bidantang. (Lihat juga Qs. Al-A’raf: 179).
Ketiga, kurban mengingatkan kita agar selalu menjunjung tinggi nilai-nilai, harkat, dan martabat kemanusiaan. Digantinya Ismail AS dengan domba menyadarkan kita bahwa mengorbankan manusia di atas altar adalah perbuatan yang dilarang Allah. Ibadah yang kita laksanakan harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak manusia.