Saking cintanya kepada jihad, tiada sedetik pun berlalu, kecuali beliau membicarakan jihad hingga beredarlah banyak tulisan dan ceramah-ceramah beliau terkait amalan paling mulia dalam Islam ini.
Pada hari Jum’at, 24 November 1989, beliau beranjak bersama dua anaknya menuju masjid untuk menjadi khatib sekaligus imam shalat Jum’at. Dibutuhkan waktu sekitar sepuluh menit agar sampai di masjid. Di tengah perjalanan, akhir hayat sang mujahid berakhir, meski kisahnya senantiasa harum sampai Hari Kiamat, insya Allah.
Sebuah bom diledakkan. Mobilnya hancur. Jasad dua anaknya-Muhammad dan Ibrahim-berceceran. Tangan dan kaki putus. Potongan jasad salah satu anaknya terpental hingga jarak ratusan meter.
Namun, jasad sang mujahid tetap utuh. Beliau dalam keadaan duduk. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Setelah mengetahui siapa yang menjadi korban, kaum Muslimin bergegas mengantarkan tiga jenazah ke rumah sakit terdekat. Kepedihan menyayat. Air mata mulai mengalir. Bukan hanya di sekitaran Afghanistan, dunia turut berduka atas kepergian sang mujahid.
Medis menyatakan bahwa laki-laki ini telah wafat. Para jama’ah takziah menunggu di kediaman sang mujahid. Ketika jenazah tiba, hampir semua yang hadir memberikan pengakuan, “Kami mencium aroma sewangi kasturi saat jenazah datang hingga dimakamkan.”
Allahu Akbar walillahil hamd.
Laki-laki ini, tiada lain adalah Dr ‘Abdullah Yusuf ‘Azzam atau dikenal dengan Syaikh ‘Abdullah ‘Azzam.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
*Rujukan: Jasad-jasad yang Harum, M. Sanusi, Diva Press, 2013
*Tulisan dan ceramah Dr ‘Abdullah ‘Azzam berhasil dikumpulkan dan dicetak menjadi buku dengan judul Tarbiyah Jihadiyah. Silakan beli di 085691548528. Buku terdiri dari 3 jilid besar.