Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya terbunuh, kecuali seperti sakitnya dicubit.” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, an-Nasa’i, dan ad-Darimi. Tirmidzi berkata, “Hadis ini hasan gharib)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitab Futuh Al-Ghaib bertutur mengenai kisah seorang wali menjelang sakaratul maut . Kisah ini disampaikan dalam risalah ke-79, sebagai berikut:
Kala sang wali menghadapi sakaratul maut, putranya, Abdul Wahab berkata kepadanya, “Apa yang mesti kulakukan sepeninggal ayah?”
“Kamu mesti takut kepada-Nya, jangan takut kepada selain-Nya, jangan berharap kepada selain-Nya, dan berpasrahlah hanya kepadaNya,” jawabnya.
Selanjutnya ia berkata, “Aku adalah biji tak berkulit. Orang lain telah datang kepadaku; berilah mereka tempat dan hormatilah mereka. Inilah manfaat nan besar. Jangan membuat tempat ini penuh sesak dengan ini. Atasmu kedamaian, kasih dan ramat Allah. Semoga Dia melindungiku dan kamu, dan mengasihiku dan kamu. Kumulai senantiasa dengan asma Allah.”
Ia terus berkata begini satu hari satu malam, “Celakalah kau, aku tak takut sesuatu pun, baik malaikat maupun malakul maut. Duhai malakul maut! Bukanlah kau, tapi sahabatku yang bermurah kepadaku.”
Lantas pada malam kewafatannya, ia memekik keras, dan kata kedua putranya, Abdur-Razaq dan Musa, dia mengangkat dan merentangkan kedua tangannya sembari berkata, “Atasmu kedamaian, kasih dan rahmat Allah. Bertobatlah dan ikutilah jalan ini. Kini aku datang kepadamu.”
Dia berkata, “Tunggu”. Dan, meninggallah dia. (sdo)