Namun demikian, fakta itu tidak penting di tangan pemegang otoritas, sang penguasa tirani. Yusuf ‘alaihissalam tetap saja di penjara. Menurut Ikrimah, akhirnya Yusuf ‘alaihissalam dipenjara selama 7 tahun. Sedangkan al-Kalby menyebutkan, bahwa Yusuf ‘alaihissalam dipenjara selama 5 tahun. Demikian penjelasan mereka dalam tafsir al-Baghawy.
Tentu semua itu tidak luput dari skenario Allah ta’ala. Tidak ada kata dendam sedikit pun pada diri Yusuf ‘alaihissalam ketika itu memang telah diputuskan oleh penguasa. Yusuf ‘alaihissalam berusaha menikmati kehidupan barunya dengan penuh suka cita, karena telah terbebas dari fitnah yang sangat besar. Dalam penjara, Allah ta’ala menyempurnakan karakter Yusuf ‘alaihissalam dalam hal kedermawanan, amanah, kejujuran, perilaku baik, memperbanyak ibadah dan mengetahui ta’wil mimpi, untuk sebuah rencana besar di masa mendatang.
Singkat cerita, lalu Allah ta’ala membuka cerita yang sesungguhnya, setelah tujuh tahun di penjara tadi, dan berlakulah hukum Allah ta’ala yang juga akan berlaku sepanjang zaman, “Mereka membuat skenario (makar) dan Allah juga membuat skenario. Dan Allahlah sebaik-baik pembuat skenario” (QS. Ali ‘Imran: 54). Sejarah lalu berbalik membela dan meninggikan Yusuf ‘alaihissalam. Makar Allah ta’ala yang sangat tampak dalam hal ini adalah mengajarkan pada Yusuf tentang ta’wil mimpi, lalu memberikan sebuah mimpi pada raja yang tidak bisa dita’wilkan oleh siapapun kecuali Dzat Yang Memberi mimpi. Di sini sangat kentara antara mimpi raja dan kemampuan ta’wil mimpi Yusuf, yang keduanya sama-sama dari Allah ta’ala.
Dan kemudian Yusuf ‘alaihissalam menjadi menteri yang berkuasa, melalui intervensi dari Allah ta’ala. Menurut Ibnu Katsir, tujuh tahun pertama Yusuf ‘alaihissalam berkuasa, Mesir dalam kondisi subur dan hasil bumi melimpah ruah. Lalu tujuh tahun berikutnya terjadilah paceklik. Pada masa inilah saudara-saudara Yusuf datang untuk membeli makanan pokok di istana Yusuf.