Namun,beberapa pekan setelahnya, sang ibu sering merasakan sakit kepala parah, penglihatan ganda dan tremor yang melanda setiap inchi tubuhnya. Benar-benar menyiksa. Akhirnya, mereka sepakat untuk kembali memeriksakan diri.
Setelah melewati pemeriksaan seksama, dengan CT Scan dan sebagainya, ternyata ia divonis mendertia kanker kepala dan leher stadium lanjut. Atas sakit yang dideritanya itu, dokter memberinya opsi.
Opsi yang amat sulit. Kata dokter, ia harus memilih menyembuhkan penyakitnya atau memelihara kandungan hingga bayi terlahir dengan selamat. Pasalnya, untuk pengobatan kanker harus dilakukan terapi kimia. Namun, jika itu dilakukan, maka sang janin otomatis akan terganggu dan bisa mati di dalam rahim.
Dengan amat tegas, sang ibu memastikan, “Abaikan kankerku, biarkan anak ini lahir dengan selamat.” Allahu Akbar. Beginilah kasih seorang ibu. Bahkan ia berani bertaruh nyawa. Sementara, ia sama sekali tak mendapat jaminan bahwa kelak yang terlahir adalah anak yang shalih.
Sebulan setelah itu, sang ibu ambruk karena sakitnya semakin parah. Tumor telah membungkus sekitar batang otaknya. Sekitar lima bulan kemudian, kanker sang ibu semakin menjadi-jadi. Hingga sang dokter harus melakukan operasi caesar untuk menyelamatkan sang bayi.
Alhamdulillah, bayi lahir dengan selamat. Meski harus dirawat intensif karena beratnya hanya 0,9kg dan kondisinya sangat lemah.
Sedihnya, anak dan ibu itu harus dirawat di ruang yang berbeda dan mustahil disatukan. Sampai akhirnya, salah satu suster yang merawat sang ibu mengusulkan kepada pihak dokter dan rumah sakit agar bayi itu didekatkan kepada sang ibu, meski sejenak.
Peristiwa amat mengharukan itu pun terjadi. Seisi kamar ruangan perawatan itu hanya diam ketika bayi dan ibunya yang amat lemah saling berpandangan dalam hitungan detik. Terlihat jelas, ada kasih sayang, syukur, dan haru yang tak bisa dilukis dengan apa pun, dan hanya diketahui oleh bayi dan ibunya.
Tepat tiga hari setelah peristiwa itu, sang ibu meninggal. [Pirman/kisahikmah]