“Wahai Abu Said,” kata mereka saat mendatangi Hasan Al Basri. Mereka tahu ulama itu tidak mendukung penguasa zalim. “Bagaimana pendapatmu jika kita memerangi orang zalim yang telah banyak mengalirkan darah dan mengambil harta secara tidak sah? Ia juga meninggalkan shalat.”
“Aku berpendapat, sebaiknya kalian tidak perlu memeranginya. Karena jika fitnah yang dilakukan Hajjaj adalah hukuman dari Allah, maka kalian tidak bisa menghalangi hukuman Allah itu dengan pedang dan kekuatan kalian. Dan jika fitnah Hajjaj ini adalah cobaan, maka bersabarlah hingga Allah berkenan memberikan keputusan-Nya. Karena Dialah Dzat yang Maha Bijaksana.”
Rupanya mereka tak puas dengan perkataan Al Hasan. Mereka tetap menyerang Hajjaj.
Hasan Al Basri Ditangkap
Peperangan pun terjadi antara pasukan Hajjaj dan pasukan Al Asy’at. Pasukan Hajjaj lebih kuat, jumlahnya lebih besar dan senjatanya lebih lengkap.
Setelah mengalahkan pasukan Al Asy’at, Hajjaj melakukan penangkapan orang-orang yang dianggapnya melawan penguasa. Salah satunya adalah Hasan Al Basri.
“Seret orangtua ini,” kata pasukan Al Hajjaj. Menjadi pemandangan menyedihkan ketika ulama berusia 80 tahun lebih diseret tentara ke jalanan. Padahal ia hanya meluruskan kezaliman dengan kata-kata. Ia sama sekali tak mendukung jalan kekerasan.
Hasan Al Basri tetap bersabar. Ulama yang telah berguru kepada sejumlah Sahabat Nabi tak melawan. Hanya berusaha lolos dari kezaliman mereka. Saat dikumpulkan di tepi sungai bersama sekian banyak orang yang ditangkap, Hasan Al Basri menutupkan surban hitam. Begitu pasukan Hajjaj tidak memperhatikannya, ia menceburkan diri ke sungai.
“Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan menyelamatkannya setelah hampir saja dia terbunuh,” kata Al Aun seperti dikutip Syaikh Ahmad Farid.
Kisah Hasan Al Basri mengajarkan kepada kita. Beliau mengambil jalan oposisi terhadap penguasa kaum muslimin yang zalim. Namun tetap bersabar. Tidak mendukung kekerasan dan tidak berbuat makar. [Muchlisin BK/Kisahikmah]