“Barangsiapa yang mencegahmu, jangan kau perdulikan, terus hancurkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu,” ujar Abu Nawas berapi-api.
Habis berkata demikian, para santri bergerak ke arah rumah Tuan Kadi. Laksana demonstran mereka berteriak-teriak sembari menghancurkan rumah Tuan Kadi.
Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Ada yang berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak bisa berbuat apa-apa.
Melihat demo anarkis ini Tuan Kadi tergopoh-gopoh keluar rumah. “Mengapa ini kamu lakukan? Apa salah saya? Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?” pekik Tuan Kadi dengan suara parau dan bertubi-tubi.
Murid-murid itu menjawab, “Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!”
Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.
Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak ada orang yang berani membelanya. “Dasar Abu Nawas provokator. Orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda,” ancam Tuan Kadi.
Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian itu sehingga Baginda memanggil Abu Nawas. “Hai Abu Nawas apa sebabnya kau merusak rumah Kadi?” tanya Baginda begitu Abu Nawas datang menghadap.
“Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada suatu malam hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi. Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi,” jawab Abu Nawas dengan wajah serius.
“Bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?” cecar Baginda dengan nada tinggi.
“Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru ini Tuanku,” jawab Abu Nawas dengan tenang.
Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat pasi. la gemetar dan terdiam seribu bahasa.
“Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?” tanya Baginda.
Tuan Kadi tidak bisa menjawab. Wajahnya nampak pucat. Tubuhnya gemetaran karena takut.
“Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini!” kembali Baginda mencecar Abu Nawas.
“Baiklah,” jawab Abu Nawas dengan tetap tenang. “Baginda…beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali,” ujar Abu Nawas mulai menjelaskan sebab musababnya.