Padahal, tontonan-tontonan yang menghabiskan waktu itu, hanya bagus di ranah imajinasinya. Paling banter, ianya hanya seru saat diceritakan kepada sesama penggemarnya, “Aku sudah kelar. 20 episode. Bagus. Pemainnya tampan. Aktingnya luar biasa.”
Sebatas itu. Sama sekali tak kuasa mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, apalagi menambah rezeki dan kebahagiaan untuk pasangan hidup atau anak-anaknya kelak.
“Semua kenikmatan yang tak kuasa bahkan menjadi penghalang untuk mendatangkan kenikmatan akhirat,” tulis Syeikh Ibnu Muflih al-Maqdisi, “adalah kenikmatan bathil yang tidak mengandung manfaat dan mengundang kerugian.”
Karakter kenikmatan yang merugikan itu, lanjut Syeikh Ibnu Muflih, “Keindahannya membuat gembira dan menyibukkan diri dari suatu nikmat yang lebih agung di akhirat kelak.”
Lalai. Lupa. Indah dan kerennya hanya di imajinasi. Sama sekali tidak berdalil. Tak bisa mengantarkan dirinya menuju kedekatan diri kepada Allah Ta’ala, tidak mempu menjadi sarana pertambahan rezeki, tak kuasa mendongkrak bakti kepada dua orang tuanya, bahkan hanya menghasilkan kemalasan dan nafsu yang dituruti. Sangat menyedihkan. [Pirman/Kisahikmah]