Eramuslim.com – Di dalam berbagai literatur tafsir dijelaskan bahwa sekembalinya Nabi Musa ‘alaihissalam ke negeri Mesir, orang-orang Bani Israel menyambut dengan penuh suka cita. Betapa tidak, Nabi Musa begitu sangat dirindukan, sebab kepergian beliau lebih dari 30 tahun lamanya, meninggalkan kesan mendalam bagi perjuangan mereka memperoleh keadilan dari rezim penguasa.
Hanya Nabi Musa satu-satunya orang yang sanggup dan berani menentang serta mengkritik kebijakan dan kekuasaan Fir’aun. Sebab, bagi Musa menilai apa pun yang menyengserakan rakyat haruslah dibela dan diperjuangkan. (Baca Juga: Membaca Misi Suci Nabi Musa)
Namun, keberanian Nabi Musa akhirnya dikekang oleh sebuah kasus yang dipidanakan atas tuduhan pembunuhan seorang tentara kerajaan yang sejatinya. Padahal dalam kasus itu tidak pernah ada pengadilan yang memutuskan Nabi Musa bersalah.
Lagipula, sikap Nabi Musa hanya dalam posisi membela diri sekaligus membela pihak yang terzalimi dari kekesewenangan pihak istana terhadap kaumnya Bani Israel. Nabi Musa terpaksa meninggalkan Mesir dan bersembunyi di Madyan selama berpuluh tahun lamanya. Hingga tiba waktunya yang tepat bagi Nabi Musa untuk kembali mengemban amanah terbesar membimbing umat dan meluruskan kekeliruan penguasa.
Manakala tersebar berita kedatangan Nabi Musa, pada awalnya pihak penguasa hanya memandang sepele saja. Mereka menganggap kekuatan Musa hanyalah sejumlah kelompok kecil saja. “Jumlah mereka tidak banyak!” Begitulah kira-kira komentar mereka.