“Yang menyala bukan ‘uban’, melainkan ‘kepala’, dan ini mengisyaratkan suatu makna yang lebih kuat yaitu bahwa ubannya telah merata dan memenuhi seluruh kepala,” kata penulis yang juga anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center Saudi Arabia.
Contoh lainnya ialah surah at-Takwir ayat 18. “وَالصُّبْحِ اِذَا تَنَفَّسَۙ“
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, ayat itu cenderung diartikan ‘Dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing.’ Padahal, lanjut Effendy, ada metafora yang sangat indah dalam ayata tersebut.
Bila diterjemahkan secara harfiah, maka firman Allah Ta’ala itu berarti ‘Dan demi subuh ketika mulai bernapas.’ Di sini, ada personifikasi subuh. Subuh digambarkan sebagai makhluk hidup yang bernapas.
“Waktu subuh, ketika berkas-berkas cahaya fajar keluar sedikit demi sedikit menyibak kegelapan malam diperumpamakan sebagai makhluk hidup yang mengeluarkan napas secara perlahan-lahan, atau seperti manusia dengan gejolak jiwanya menyambut kehidupan yang baru,” tutur Effendy.
Demikianlah beberapa dari begitu banyak contoh keindahan Alquran al-Karim. (rol)