Eramuslim – Alquran tidak “hanya” kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan juga suatu mukjizat dari Allah SWT. Salah satu aspek yang menakjubkan dari Kitabullah itu ialah pada segi bahasanya.
Allah Ta’ala memilih bahasa Arab sebagai bahasa Alquran. Bagaimanapun, bahasa Arab yang dipakai di dalam ayat-ayat suci disampaikan dengan cara-cara yang sangat indah sehingga mustahil ditiru manusia.
Menurut Ahmad Fuad Effendy dalam Sudahkah Kita Mengenal Alquran? (2013), penggunaan metafora atau isti’arah dalam Alquran menunjukkan kemukjizatan kitab suci itu. Ia menyayangkan, kekhasan metafora ini cenderung tak terbaca bila orang yang hanya berkutat pada terjemahan Alquran.
Sebagai contoh, dalam surah Maryam ayat empat, yang memuat munajat Nabi Zakaria kala “curhat” kepada Allah SWT.
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا
Dalam terjemahan menurut mushaf resmi pemerintah atau Kementerian Agama RI, kalimat “وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا” diterjemahkan sebagai ‘dan kepalaku telah ditumbuhi uban.’
Padahal, lanjut Effendy, kalimat itu merupakan metafora sehingga mengandung makna yang sangat dalam, tak sekadar ‘kepalaku telah ditumbuhi uban.’
Bila diterjemahkan secara harfiah, kalimat itu menjadi ‘dan kepalaku telah menyala (dengan) uban.’ Perhatikan, yang disebut ‘menyala’ bukanlah uban, melainkan kepalanya Nabi Zakaria.