Eramuslim – Kita sering mendengarkan kata batil dalam kehidupan sehari-hari kita. Pengunaan kata batil dalam perspektif agama mempunyai konsekuensi tersendiri.
Menurut bahasa kata batil atau batal berarti tidak terpakai, tidak berfaedah, rusak dan sia-sia. Secara istilah, batil berarti terlepas atau gugurnya suatu perbuatan dari ketentuan syarak serta tidak adanya pengaruh perbuatan tersebut dalam memenuhi tuntutan syariat.
Dalam Alquran pemakaian kata batil sering dihadapkan dengan “yang benar” (al-haqq), seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang batil …” (QS. Al-Baqarah:42).
Ada 26 ayat yang memakai kata batil dengan berbagai kedudukan dan fungsinya dalam kalimat tersebut dan pemakaiannya terbagi dalam tiga hal. Pertama, yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut tidak sesuai dengan akidah yang dikehendaki Alquran (QS al-Baqarah: 42).
Kedua, yang diartikan sebagai sesuatu yang sia-sia, seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا
“…dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia…” (QS. Ali ‘Imran: 191). Pemakaian yang sama juga terdapat dalam QS Shad: 27.