Dia pun pergi. Masih dengan langkah gontai, tapi harapannya akan rahmat Allah Ta’ala kian bertambah.
Malangnya, ketika langkahnya belum genap beberapa puluh meter, ada godaan lain yang lebih dahsyat. Sang pemilik rumah yang ternyata seorang perempuan cantik tengah tertidur pulas. Syahwatnya timbul. Setan berbisik, “Segera gauli. Mumpung dia tertidur pulas.”
Bukan main godaan laki-laki ini. Setelah lapar terbitlah peluang melampiaskan syahwat. Agak lama, dia terdiam. Berpikir berkali-kali. Ada pertempuran dahsyat yang terjadi di benaknya.
Namun, imannya gagah. Kokoh. Tak tergoyahkan. Ia masih mengingat pesan agung guru spiritualnya untuk tidak menyentuh atau menikmati segala yang bukan haknya.
Dia pun berjalan hingga sampai di masjid. Tertidur dalam lapar dan menahan syahwat hingga Subuh menjelang.
Saat masuk waktu Dhuha, laki-laki ini hanya tiduran di masjid. Hingga datanglah seorang perempuan yang mengadu kepada Nabi Muhammad. Kata si wanita, semalam ada yang mendatangi rumahnya meski tiada satu pun barang yang hilang. Rupanya, wanita itu janda.
Nabi mendatangi si laki-laki. Setelah tahu bahwa dia belum menikah, beliau yang mulia menikahkan laki-laki itu kepada janda yang datang mengadu.
Dan betapa tergugunya si laki-laki dalam tangisnya yang tak kuasa dibendung hingga semua yang berada di masjid merasa bingung. Termasuk si wanita.
Setelah emosinya stabil, laki-laki ini mengaku. Dialah yang semalam masuk ke rumah si wanita, tapi tidak mengambil apa pun atau melakukan sesuatu pun karena takut kepada Allah Ta’ala.
Sahabat, pernah mengalami kisah serupa ini? Jika pernah, dengarlah janji Allah Ta’ala dalam salah satu hadits qudsi, “Engkau bagi-Ku laksana para malaikat-Ku.”
Ialah orang-orang yang mampu menahan gejolak nafsu karena mengharap ridha dan surga-Nya Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]