Tidak selalu yang namanya siang terasa terang, dan yang namanya malam terasa kelam. Karena sesuatu hal, siang bisa terasa lebih gelap daripada malam.
Kehidupan suami isteri adalah sisi lain dari wujud sebuah keseimbangan alam yang Allah perlihatkan dalam kehidupan ini. Suami umumnya bersosok kuat dan tegas, sementara isteri lembut dan gemulai. Tapi, benarkah keseimbangan selalu seperti itu. Karena boleh jadi, justru isterilah yang lebih ‘kuat’ dari suami.
Hal itu kerap dirasakan Bu Erni. Ibu satu anak ini memang sering mendapati kejanggalan dari suaminya. Tapi, kejanggalan itu bukan masalah serius. Cuma masalah selera, terutama buat soal yang agak menjijikkan.
Entah kenapa, suami bu Erni begitu ‘ngeri’ dengan beberapa hewan kecil yang sekali injak pun mati. Seperti cacing tanah, cicak, kecoa, dan yang sejenisnya. Sebuah kenyataan yang sama sekali bertolak belakang dengan Bu Erni. Ia justru sedikit pun tak ada rasa jijik. Mungkin karena Bu Erni memang asli orang kampung, dan baru tinggal di Jakarta setelah diajak suami.
Awalnya, tak sedikit pun hal itu dicurigai Bu Erni. Baginya, belum pernah ia temukan ada laki-laki yang begitu jijik dengan binatang kecil. Apalagi takut. Terlebih melihat penampilan suami Bu Erni yang tampak tegap.
Pertama kali kecurigaan itu muncul ketika rombongan suami Bu Erni tiba di kampungnya untuk kunjungan lamaran. Saat itu, dalam suatu kesempatan, suami Bu Erni minta izin ke kamar kecil. Namanya kampung, toiletnya masih cukup ‘ramai’ tidak seperti di Jakarta yang ‘sepi’.
‘Ramai’ bukan karena banyak orang atau anak-anak, tapi karena ada aneka serangga: laba-laba yang bangun sarang di bagian pojok, cicak yang berkejar-kejaran, dan juga kecoa yang kerap muncul kalau pintu kamar mandi ditutup dari dalam. Dan semua itu, sudah menjadi hal lumrah untuk keluarga besar Bu Erni.
Tiba-tiba, suara mengagetkan terdengar dari balik kamar mandi. Hampir semua tamu kaget termasuk Bu Erni. Seperti suara ember terjatuh dari balik kamar mandi. Dan Bu Erni pun teringat sesuatu, “Lha, di situkan ada calon suami.” Nyatanya, tak ada sesuatu yang mencurigakan ketika suami Bu Erni keluar dari kamar mandi. Hanya sebagian celana panjangnya yang tampak basah tersiram air.
Misteri ember jatuh yang sudah berlalu hampir tiga tahun itu akhirnya terjawab. Ketika Bu Erni ikut shalat jamaah bersama suami ketika sudah tinggal di Jakarta, tiba-tiba suami Bu Erni melompat seperti terkejut karena melihat sesuatu. Dan, shalat berjamaah pun akhirnya batal.
Dalam kebingungan itu, Bu Erni mendapati sebuah pemandangan langka seumur hidupnya. Gimana tidak, suaminya tampak panik sambil mencoba membuka baju dengan dua tangan. Dan itu hanya karena seekor cicak yang jatuh dari atap dan menempel di baju suami Bu Erni.
“Oh cicak? Kirain kejatuhan ular sanca!” ucap Bu Erni sambil geleng-geleng.
Dari situlah, akhirnya Bu Erni tahu kalau kasus ember jatuh di kamar mandi rumah Bu Erni karena suaminya panik dan melompat kaget ada cacing di kakinya. “Suamiku, suamiku!” suara Bu Erni sambil menggeleng heran.
Suatu kali dalam perjalanan pulang kampung ke rumah orang tua Bu Erni, suami Bu Erni tampak asyik menikmati pemandangan dari balik jendela bus yang mereka tumpangi. Pohon-pohon hijau yang diselingi aneka bunga warna-warni, kian melengkapi indahnya perjalanan menuju kampung.
Karena udara sejuk, dan waktu tempuh perjalanan yang lumayan lama, Bu Erni pun mulai tertidur menyusul batitanya yang sudah terlebih dahulu pulas. Saat mimpi baru akan dimulai, tiba-tiba ia terkejut dengan teriakan sebuah suara. Dan suara itu teramat ia kenal.
“Pak stop, Pak! Stop! Stop!” teriak suami Bu Erni sambil berdiri menjauhi bangku bus. Seluruh penumpang yang mulai tertidur pun kaget, termasuk Bu Erni dan Pak Sopir. Tak lama kemudian, bus berjalan lebih lambat.
“Pak, maaf Anda nggak bisa turun di sini. Ini masih jalan tol! Memangnya mau kemana?” ucap kernet yang menghampiri suami Bu Erni.
“Siapa yang mau turun?” sergah suami Bu Erni kepada si kernet bus. “Lalu?” tanya sang kernet semakin penasaran. “Hmmmm…,” suara dari mulut suami Bu Erni agak tertahan.
Saat itulah, Bu Erni menoleh ke arah bangku di mana suaminya duduk. Dan di situ, ada dua ekor kecoa nangkring persis di sandaran bangku tempat suami Bu Erni duduk. “Suamiku, suamiku!” suara batin Bu Erni. ([email protected])