Peran keluarga memang unik. Ia bisa mengecil menjadi dinamika satu atau dua orang saja. Dan, bisa melebar mencakup banyak orang. Hal itulah yang kini dibingungkan Pak Sugeng.
Bapak satu anak ini sama sekali tidak punya masalah dengan dirinya. Ia juga tidak sedang direpotkan urusan isteri atau anak. Justru, ia bingung dengan peran yang kini dimainkan ayahnya di masyarakat. Terutama, di desa di mana keluarga Pak Sugeng dan ayahnya tinggal.
Boleh dibilang, ayah Pak Sugeng bukan sekadar ayah buat Pak Sugeng sendiri. Ia juga ayah buat seluruh warga di kampung itu. Persoalan apa pun yang mencuat, selalu nama ayah Pak Sugeng dilibatkan. Dan keputusan apa pun yang diucapkan ayah Pak Sugeng, tidak seorang pun di desa itu yang berani beda.
Ini mungkin wajar. Karena sebelum penduduk desa itu ada, ayah Pak Sugenglah yang pertama kali tinggal. Dengan kedermawanan dan perhatian yang tinggi, ayah Pak Sugeng kian dianggap masyarakat sebagai ayah mereka sendiri.
Persoalan yang dialami Pak Sugeng bukan soal posisi ayahnya. Justru, ia sangat bersyukur dengan anugerah Allah yang begitu besar. Ia bangga kalau ayahnya bisa bermanfaat buat orang banyak.
Yang dikhawatirkan Pak Sugeng, ilmu agama ayahnya masih jauh dari memadai. Sementara, ucapannya begitu diikuti dan dipanuti. Apa pun yang diucapkan ayah Pak Sugeng, orang-orang akan menganggapnya sebagai sebuah fatwa.
Pernah suatu kali, ada ibu yang mengadukan suaminya kepada ayah Pak Sugeng. Ibu itu keberatan dengan suaminya yang menikah dengan isteri yang kelima. ”Ini keterlaluan kan, Pak Haji!” ucap ibu itu bersemangat.
Setelah memanggil si suami dan isteri-isterinya, ayah Pak Sugeng pun mengeluarkan keputusan. Ibu yang mengadukan soal itu kecewa berat. Ia menangis sejadi-jadinya. Pasalnya, ayah Pak Sugeng mengatakan, ”Silakan saja beristeri lima, selagi mampu dan bisa adil!”
Pak Sugeng sadar kalau itu memang bukan semata-mata kesalahan ayahnya. Walau sudah haji, ayah Pak Sugeng hanya tamatan SD. Desanya pun jauh dari sentuhan guru agama.
Pelan tapi pasti, Pak Sugeng mengajarkan ayahnya tentang ajaran Islam. Mana yang boleh, dan mana yang tidak. Mana yang dianjurkan, dan mana yang dilarang. Syukurnya, ayah Pak Sugeng begitu nurut dengan arahan anaknya. Tidak perlu ada debat, tidak perlu adu argumen. ”Yah, dalam Islam itu, poligami hanya boleh samai empat,” ungkap Pak Sugeng ke ayahnya. Dan, sang ayah pun manggut-manggut.
Selain mengajarkan hukum-hukum Islam, Pak Sugeng juga mengajarkan doa-doa dalam bahasa Arab berikut artinya. Ini penting, agar masyarakat bisa ikut belajar baca doa dari mulut ayah Pak Sugeng. Setidaknya, doa agar bisa hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Menjelang pilkades, banyak tamu yang bergantian mengunjungi rumah Pak Sugeng. Apalagi kalau bukan minta pengaruh dari ayah Pak Sugeng. Ada pengusaha penggilingan padi, pengurus masjid, saudagar ikan, dan beking judi.
Pak Sugeng yakin, tamu yang terakhir tidak akan masuk dalam restu ayahnya. Karena walau banyak uang, ayah Pak Sugeng pasti sudah paham kalau ngebeking judi dilarang ajaran Islam.
Pertarungan pilkades pun dimulai. Seluruh calon selalu menempelkan kalimat yang hampir sama di stiker dan pampletnya. ”Sudah direstui Pak Haji!”
Sejak itu, banyak warga yang mondar-mandir minta petuah dari ayah Pak Sugeng. Ada yang datang pagi, siang, sore, bahkan malam. Mereka ingin minta kepastian calon mana yang dianggap layak.
Di akhir penghitungan suara diumumkanlah satu calon yang dianggap menang. Sayangnya Pak Sugeng harus kecewa. Karena nama yang disebut menang itu ternyata sang beking judi. ”Astaghfirullah! Astaghfirullah!” ucap Pak Sugeng berkali-kali.
Ketika itu ditanyakan ke ayahnya, dahi Pak Sugeng sempat berkerut. Dengan ringan ayahnya mengatakan, “Ngger, dia itu pemberi sumbangan yang paling banyak buat warga: uang, lapangan bulu tangkis, memperbaiki waduk, mengaspal jalan, dan ngasih sedekah buat masjid!”
“Tapi, Yah. Uang itu dari mana?” tanya Pak Sugeng mecoba menyadarkan. ”Lha, kan kamu sendiri yang ngajarin kalau seorang muslim yang baik tidak boleh buruk sangka. Begitu, kan?” ujar ayah Pak Sugeng polos.
“Tapi, kamu nggak perlu khawatir, Ngger!” ucap ayah Pak Sugeng tiba-tiba.
“Ayah sudah nyiapkan wakilnya yang soleh. Dia itu pengurus masjid. Nah, pas kan! Sesuai dengan doa yang kamu ajarkan kepada ayah, yang pertama bahagia di dunia. Dan kedua, bahagia di akhirat!” jelas sang ayah begitu meyakinkan. ([email protected])