Nama seorang anak terhadap keluarganya kadang mirip seperti plang nama pada sebuah toko. Di situlah citra bisa ternilai. Mulai dari pemilihan nama, gaya tulisan, warna dan jenis plang, serta penempatannya. Jangan berharap konsumen akan tertarik masuk ke toko jika tulisan plangnya asal-asalan.
Jangan anggap remeh arti sebuah nama. Terlebih jika nama itu diperuntukkan buat sang buah hati. Karena dari nama anaklah, citra sebuah keluarga bisa ternilai.
Sayangnya, tidak semua orang tua paham itu. Jadilah bayi-bayi yang punya asal nama. Tanpa arti, tanpa hikmah. Hal itulah yang kini kerap dipikirkan Pak Yogi.
Bapak yang baru saja dapat anugerah kelahiran bayi laki-laki ini masih dibingungkan dengan pilihan nama. Ia sedang berpikir keras untuk menentukan nama bayinya. "Nama anak harus punya nilai," tekad Pak Yogi begitu kuat. Sekuat kritik buat ayahnya yang telah memberinya nama ‘Yogi’.
Ketika Pak Yogi paham bagaimana Islam mengajarkan soal nama, ia sempat kecewa. Masalahnya, nama ‘Yogi’ sulit dicarikan arti. Apalagi, nilai yang bisa diambil pelajaran. Dan lebih kecewa lagi ketika Pak Yogi bertanya ke ayahnya soal pemilihan nama itu. "Ayah juga nggak tahu artinya!" ucap ayah Pak Yogi suatu kali. Ketika didesak kenapa ayahnya memilih nama itu, jawaban sang ayah sederhana saja. "Soalnya, waktu itu ayah suka sama film kartun. Judulnya Yogi and Bubu!"
Astaghfirullah! Pak Yogi sangat sangat kecewa. Kadang ia malu sama teman pengajiannya. Tapi, apa mau dibilang. Nama sudah terlanjur melekat. Repot kalau diubah. Karena mesti mengubah akte kelahiran, ijazah SD, SMP, SMU, dan S satu.
Cara mudah mengubah nama tanpa mesti mengubah dokumen keluarga, ya dengan mengubah nama panggilan. Pak Yogi berharap, dengan nama anaknya kelak, ia bisa mendompleng. Ia bisa menyebut dirinya dengan Abu titik-titik. Artinya, bapak dari nama bayi laki-lakinya itu. Kalau nama sang bayi Ahmad. Maka, nama panggilan Pak Yogi menjadi Abu Ahmad. Wow, keren!
Tapi, ia masih belum sreg dengan pilihan nama buat anaknya. Yang jelas, tidak mungkin Pak Yogi menamai anaknya dengan Abu Bakar. Karena nama panggilan buat dirinya akan dobel di Abu: Abu Abu Bakar. Wah, jadi nggak pas. Pak Yogi terus berpikir. Tapi, belum juga ketemu.
Pak Yogi pernah bertanya ke isterinya. Tapi, isterinya tidak memberi satu nama pun. Cuma ngasih saran, agar nama bayinya tidak kepanjangan. Repot mesti dipanggil apa. Kalau disebut semua, sulit dihafal. Kalau disingkat, nanti malah kurang bagus.
Saran isterinya itu, menjadi pertimbangan baru buat Pak Yogi. "Betul juga, ya!" ucapnya dalam hati. Ia pernah dengar pengalaman teman pengajiannya. Sang teman pernah dikasih saran oleh seseorang untuk menamai anaknya dengan nama yang begitu bagus: shibghotullah! Artinya, celupan atau bentukan dari Allah. Tapi, teman Pak Yogi bingung sendiri. Ia kerepotan memanggil sang anak. Kalau dipanggil secara utuh, selain susah juga kepanjangan. Kalau mau disingkat, motongnya di mana.
Kadang, ketika anak mulai belajar bicara, kerap menyebut namanya dengan caranya sendiri. Nah, kalau namanya kepanjangan dan sulit disingkat, anak juga ikut kerepotan. Hal itu pernah dialami tetangganya. Nama sang anak sebenarnya bagus: Khairuddin. Artinya, kebaikan dari agama. Tapi, sang anak sendiri yang akhirnya menyingkat menjadi Udin. Hingga dewasa, anak itu tetap dipanggil Udin.
Dari sekian pengalaman itu, Pak Yogi akhirnya menemukan satu nama. Panggilannya tidak sulit. Tidak juga terlalu panjang. Bahkan, sangat singkat. Namanya, Sa’id. Artinya yang berbahagia. Dari segi sejarah, nama Said mengingatkan Pak Yogi dengan seorang pahlawan Islam: Said bin Zubair.
Selain itu, ada satu hal yang membuat hati Pak Yogi berbunga-bunga. Tak lama lagi, teman-teman Pak Yogi akan memanggil dirinya dengan panggilan baru: Abu Said. "Wow, nama yang keren!" ucap Pak Yogi ke isterinya. Dan, isteri Pak Yogi pun setuju.
Ketika berkunjung ke orang tuanya, Pak Yogi menyertakan isteri dan sang bayi. Selain minta doa, sebenarnya Pak Yogi juga punya maksud lain. Ia ingin ngasih pelajaran buat ayahnya yang asal ngasih nama. Agar, ayahnya sadar bahwa nama anak itu harus punya arti dan pelajaran.
"Siapa namanya, Yog?" tanya ayah Pak Yogi sambil menoleh ke sang bayi. Dengan bangga Pak Yogi mengatakan, "Sa’id, Yah! Artinya yang berbahagia. Bagus kan, Yah!"
Ayah Pak Yogi mengangguk-angguk pelan. "Luar biasa, Yog! Kamu memang hebat pilih nama. Hebat!" ucap ayah Pak Yogi.
Mendapati reaksi itu, Pak Yogi jadi bingung sendiri. Apakah secepat itu ayahnya langsung tersadar soal nilai sebuah nama. Atau, apa nama Said punya arti tersendiri buat ayahnya yang ia yakin tidak paham dengan bahasa Arab dan nama-nama tokoh Islam.
”Maksud, ayah?” tanya Pak Yogi menghilangkan rasa penasarannya.
"Begini, Yog. Dengan nama itu, aku bisa memanggil cucuku dengan inisial bagus: SBY! Wow, SBY! Artinya, Said bin Yogi!" lanjut ayah Pak Yogi bangga. ([email protected])