Kisahnya, penulis Ihya’ ‘Ulumuddin ini pulang dari Syam menuju Iraq. Di atas unta yang dinaiki, beliau menyertakan satu karung besar berisi seluruh catatan selama belajar. Di tengah jalan, kafilah yang diikuti Sang Imam dihadang oleh sekelompok perampok.
Ketika tiba giliran Imam al-Ghazali untuk disita bawaannya, beliau berkata, “Ambil semua. Tapi, tolong sisakan karung itu.”
Perampok pun semakin penasaran karena dicegah. Menurut mereka,karung besar itu pasti berisi benda-benda berharga yang bernilai tinggi. “Memangnya apa isi karung itu?” bentak perampok kepada Sang Imam.
“Aku menyimpan semua catatanku selama belajar di sana.” Sahut Imam al-Ghazali.
“Jadi,” lanjut perampok, “jika kuambil karungnya, tiada lagi ilmu yang kaumiliki?”
“Benar,” jawab Imam al-Ghazali.
“Jika demikian,” ejek perampok kurang ajar, “untuk apa engkau belajar jika ilmumu ada di catatan, bukan berada pada dirimu?”
Persis setelah kejadian itu, Imam al-Ghazali pun semakin giat untuk menghafal semua ilmu yang beliau dapatkan hingga berhasil menjadi salah satu cahaya zaman yang senantiasa menerangi kebodohan hingga akhir zaman kelak. [Pirman/Kisahikmah]
*Ditulis bebas dari ceramah Habib Ali Zainal Abidin al-Hamdi, Malaysia.