Maka, ulama’ akhirat ialah mereka yang serupa dengan sahabat Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu yang senantiasa mendoakan rekan-rekannya di sepanjang waktu.
Mereka mencintai sesamanya melebihi kecintaannya kepada diri sendiri. Tiada satu satuan waktu yang mereka jalani, kecuali ada rintihan doa yang dipanjatkan untuk saudara sesama iman dan umat manusia secara umum.
Maka ulama’ akhirat layaknya Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullahu Ta’ala yang bertutur kepada anaknya Imam asy-Syafi’i Rahimahumallahu Ta’ala, “Bapakmu termasuk enam orang yang senantiasa aku doakan setiap malam pada waktu sahur.”
Adakah nama-nama orang shalih yang masuk dalam doa-doa kita? Adakah para kiyai, ulama’, ustadz, guru ngaji, guru sekolah, atau sahabat-sahabat yang kita masukkan dalam daftar sosok yang didoakan saban waktu?
Itulah ulama’ akhirat. Merekalah orang-orang yang ketiadaannya pun menerangi zaman dengan amal shalih dan kisah-kisah penuh hikmahnya.
Tak hanya itu, ulama’ akhirat juga tidak menyukai pencitraan. Mereka enggan dikenal. Mereka tidak pernah mempromosikan diri. Mereka lebih suka bergerak dalam diam; dalam kesunyian puja-puji umat manusia.
Selayak sahabat ‘Alqamah yang berkata, “Saya tidak suka ada orang yang mengenaliku dan mengatakan, ‘Ini Alqamah.’”
Mari meneliti siapa pun yang di-ulama’-kan oleh generasi akhir zaman ini. Cocokkan dengan ciri-ciri ini; apakah mereka termasuk ulama’ dunia ataukah layak digolongkan ke dalam ulama’ akhirat?
Wallahu a’lam. [Pirman/Bersamadakwah]