Eramuslim – DALAM perjalanan dan perkembangan tatanan ilmu pengetahuan umat manusia, tidak terlepas dari masa atau waktu sebagai tanda titik balik perputaran sejarah yang terus terulang.
Untuk mengetahui bagaimana sebuah catatan sejarah berlangsung, dibutuhkan sebuah tanda waktu. Zaman dahulu, manusia mengandalkan alam semesta sebagai metode perhitungan. Hingga menjadikan matahari dan rembulan sebagai acuan untuk mengetahui perputaran waktu.
Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّا لْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَا زِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَا لْحِسَا بَ ۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِا لْحَـقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْاٰ يٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS Yunus 10: Ayat 5)
Pendakwah Habib Ahmad bin Abdullah Al Attas menerangkan mengenai awal mula terbentuknya tahun Hijriah.
“Kenapa dikatakan sebagai tahun Hijriah dan dimulai dari bulan Muharram?” tanya Habib Ahmad dalam sebuah video ceramahnya seperti dikutip dari channel YouTube Cahjibal, Selasa (11/8/2020)
Dalam Alqur’an sudah dijelaskan bahwasanya dalam satu tahun atau satu kali rotasi bumi terdapat 12 bulan. Allah SWT berfirman: