Eramuslim.com -HIDUP Syaikh Abdul Qadir al-Jilani diwarnai kisah-kisah kesalehan serta karamahnya yang berasal dari kemurahan Allah Swt. Pembantu Syaikh Al-Jailani, Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Fatah al-Harawi bercerita:
“Saya membantu Syaikh Abdul Qadir, selama 40 tahun. Bila salat subuh dengan wudhunya salat isya’. Jika ia berhadas segera berwudhu dan salat sunat dua rakaat. Setelah salat isya’ ia berkhalwat dan tidak ada seorangpun yang dapat menggangunya hingga terbit fajar. Beberapa kali khalifah datang ke rumahnya namun tak pernah berhasil menemuinya.”
Pernyataan Ibnu al-Fatah ini dikutip Imam al-Sya’roni dalam kitabnya yang berjudul Thabaqat al-Kubra.
Selanjutnya Ibnu al-Fatah menceritakan: “Saya pernah bermalam di rumah Syaikh, dan saya melihat ia salat sunnat di awal malam dan berzikir hingga sepertiganya malam yang awal.
Kemudian ia membaca: Al-Muhithu (Dia-lah yang meliputi), Al-Rabbu (Dia-lah yang membimbing), Al-Syahidu (Dia-lah Dzat yang menyaksikan sehingga tak ada satu barangpun yang ghaib bagi-Nya), Al-Hasibu (Dia-lah Dzat yang mencukupi dan memperhatikan segala hal yang telah diciptakan-Nya, dengan seteliti-telitinya), Al-Fa’alu (Dia-lah Dzat yang maha mengerjakan), Al-Khaliqu (Dia-lah Dzat yang menciptakan segalanya), Al-Khalaqu (lihat : Al-Khaliqu), Al-Bari’u (Dia-lah yang merencanakan segala sesuatu sebelum terjadi), Al-Mushawwiru (Dia-lah menciptakan segala bentuk dan rupa).
Kemudian beliau salat dan membaca Al-Qur’an sampai habis sepertiganya malam yang kedua”.
Sikapnya kepada Khalifah
Al-Jilani dikenal tidak mau mencari muka kepada kaum elit, baik kepada orang-orang kaya para pembesar kerajaan. Pernah suatu ketika ia didatangi oleh Khalifah, ia tidak langsung menemuinya tetapi ditinggalkan beberapa waktu dalam khalwatnya.
Diceritakan oleh Abdullah al-Mashalli bahwa pernah suatu ketika al-Mustanjid Billah salah seorang khalifah Abasiyah (555-566 H) datang ke rumah al-Jilani guna meminta nasehat. Ia meminta sesuatu yang bisa menentramkan hatinya, yaitu buah apel yang langka di tanah Irak. Lalu al-Jilani mengadahkan tangannya ke langit memohon kepada Allah, maka sekejap itupun dua buah apel tergenggam di tangannya. Maka diberikanlah sebuah untuk khalifah dan sebuah lagi untuk dirinya.
Setelah apel dikupas dari tangan al-Jilani terciumlah bau harum dan manis tetapi anehnya kupasan khalifah tercium bau busuk dan penuh dengan ulat. Lalu khalifah terkejut seraya bertanya, “Kenapa begini wahai Syaikh?”