Eramuslim – “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan; yaitu kematian.” (HR at-Tirmidzi). Begitulah pesan Nabi SAW kepada para sahabat dan kepada umatnya.
Sungguh pesan yang sangat penting bagi setiap manusia yang ingin selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Terutama, bagi yang hidup dalam kondisi penuh fitnah, bagi yang hidup dalam gelimang harta dan kuasa, serta bagi yang sedang diuji dengan jabatan dan popularitas.
Kematian tidak bisa dielakkan. Apalagi, di musim wabah Covid-19 ini jumlah mereka yang wafat setiap harinya selalu terlihat dan terdengar di berbagai media. Kematian memang pasti mendatangi setiap insan.
Bahkan, setiap makhluk yang bernyawa pasti mati sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Ankabut: 57. Hanya Allah Yang Mahahidup, tidak mati. Sialnya, meski kematian merupakan sebuah keniscayaan, banyak manusia yang alpa dan lupa.
Terkait dengan mengingat mati, Khalid as-Sayyid Rusyah dalam buku Ladzdzatul Ibadah membagi manusia dalam tiga kategori: Pertama, manusia yang lalai dan tidak mau mengingat mati. Kematian dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan mengingatnya dianggap bisa merusak kenikmatan dunia yang sedang dirasakannya.
Informasi kematian saudara atau kolega, pemandangan jenazah yang diantar ke kubur, dan nasihat tentang kehidupan pada hari akhir sama sekali tidak membuatnya tersentuh. Hatinya kesat dan pekat oleh dunia.