“Terkadang aku melihat ayahku mengambil potongan roti. Karena berdebu, beliau mengibaskan roti itu terlebih dulu baru meletakkannya di atas piring lalu menuangkan air hingga basah. Beliau mencampurkan sedikit garam lalu memakannya,” Shalih bin Ahmad menuturkan betapa zuhud kehidupan ayahnya.
Tak hanya makanan, Imam Ahmad juga sangat sederhana dalam tempat tinggal. “Rumah Imam Ahmad adalah rumah yang sederhana, kecil dan sempit,” tutur Abdul Malik Al Maimuni.
Padahal, Imam Ahmad bisa mendapatkan uang tanpa bekerja (passive income). Ia memiliki sejumlah rumah dan toko yang disewakan. Ia juga dengan mudah bisa mendapatkan donasi dari murid-muridnya yang kaya.
Suatu ketika, Ishaq bin Rawahaih melihat Imam Ahmad tampak kehabisan uang tunai. Ia pun menawarkan bantuan kepada beliau. Namun, Imam Ahmad menolaknya. Beliau lebih memilih merajut celana dan menjualnya.
Dengan zuhud semacam inilah, Imam Ahmad demikian mulia di hadapan murid-muridnya, masyarakat dan penguasa. Tak hanya dicintai, Imam Ahmad juga sangat disegani. Penguasa sekaya apa pun tak pernah bisa menundukkannya.
Bahkan saat penguasa itu memusuhi Imam Ahmad karena pendirian beliau menolak menyatakan Al Qur’an sebagai makhluk, para penguasa hanya bisa memenjarakan dan menyiksa Imam Ahmad. Berhadapan dengan ulama zuhud yang teguh pendirian seperti itu, mereka tetap hormat dan segan. [Muchlisin BK/Kisahikmah]