Eramuslim – Setiap saat kita melakukan perbuatan maksiat, kita wajib menyesali perbuatan tersebut. Artinya kita harus bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ulama berpendapat kalau maksiat yang diperbuat tidak ada kaitannya dengan hak-hak orang lain, maka ada tiga syarat yang harus kita lakukan ketika bertobat pertama, segera berhenti melakukanya; kedua, menyesali perbuatanya; ketiga, bertekat untuk tidak melakukanya kembali.
Seperti dilansir website Pondok Pesantren Lirboyo, kalau maksiat yang kita lakukan ada hubungannya dengan hak-hak orang lain, maka selain tiga syarat di atas, ada satu syarat tambahan, yaitu mengembalikan hak pada pemiliknya atau kita meminta maaf kepadanya.
Contoh, tobatnya seorang maling bisa sah kalau seandainya sudah mengembalikan barang curiannya atau meminta halal pada pemiliknya.
Seperti dengan dosanya seorang maling, dosanya seorang yang suka ghibah (gosip) juga berkaitan dengan hak-hak orang lain. Maka dari itu orang yang mengghibah wajib meminta maaf kepada orang yang dighibahnya.
Lalu yang menjadi permasalahanya adalah, apakah kita cukup meminta maaf dengan ungkapan umum seperti, ”Aku sudah ghibahin kamu kemarin, aku minta maaf ya.” Atau kita memang harus menjelaskan apa yang jadi bahan ghibahnya?
Dalam hal ini ada dua pendapat yang disampaikan oleh ulama mazhab Syafi’i:
Pertama, kita harus menjelaskan secara spesifik bentuk ghibahnya. Kedua, kita tidak perlu menjelaskannya.