Sementara itu, berlebihan dalam mengumpulkannya pun berdampak sangat buruk bagi diri dan agama. Bermula dari dalih ‘harus kaya’, lalu diikuti ambisius, sangat berhajat dengan kepemilikan harta dan asset, hingga menghalalkan segala cara demi terkumpulkanya target sekian-sekian.
Mereka adalah golongan yang berewah-megah, menumpuk kekayaan lantaran nafsu, dan abai terhadap kewajiban dan hak harta. Jangankan yang wajib dalam bentuk zakat, bahkan yang sunnah pun ditinggalkan dengan dalih, “Enak benar minta-minta sedekah? Dikira cari duit gampang?”
Maka di golongan kedua ini, ada nama Qarun yang abadi dalam catatan gila harta. Kekayaan yang seharusnya bisa dimanfaatkan sebagaimana Nabi Sulaiman maupun Daud ‘Alaihimus salam, justru menjerumuskannya dalam siksa di dunia sebelum azab abadi di dalam kubur dan neraka.
Karenanya, kaum muslimin harus mewaspadai segala macam bisikan dari setan terkait harta. Apalagi harta menjadi salah satu fitnah yang besar bersama dengan wanita, jabatan, dan nasab. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga mengingatkan, bahwa harta terlihat hijau dan manis, sehingga banyak orang yang mengerubunginya.
“Sesungguhnya harta benda terlihat hijau dan manis. Siapa yang memungutnya dengan cara yang baik, maka ia akan diberkahi. Sedangkan yang meraupnya dengan berlebihan, niscaya ia tidak akan diberkahi.” Perumpaaannya, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim ini, “Seperti orang yang makan, tapi tidak pernah kenyang.”
Maka yang terbaik, manfaatkan harta di jalan takwa. Dan, tetaplah bertakwa meski tak dikurniai perbendaharaan dunia yang sementara ini. [Pirman/kisahikmah]