Mengenai shirath ini, Ustaz Aunur Rofiq menerangkan dalam satu kajiannya di sosial media. Beliau menukil salah satu ayat Al-Qur’an.
وَاِ نْ مِّنْکُمْ اِلَّا وَا رِدُهَا ۗ كَا نَ عَلٰى رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا
“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan.” (QS Maryam: 71)
Ketika membaca ayat ini, Ummul Mukminin, Hafshah binti Umar radhiyallahu ‘anha merasakan kengerian luar biasa lalu ditenangkan Nabi dengan sabdanya, bacalah ayat berikutnya:
ثُمَّ نُـنَجِّى الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَّنَذَرُ الظّٰلِمِيْنَ فِيْهَا جِثِيًّا
“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut.” (QS Maryam: 72)
Bagi kita, ayat ini tetap mengerikan karena kita semua pasti mendatangi atau melewati neraka dan belum tentu selamat. Setiap Mukmin harus melewati jembatan titian (shirath) yang dipasang membentang di atas neraka hingga ujungnya sampai ke surga.
Jembatan titian yang harus dilewati ini sangat halus bahkan lebih halus dari rambut dan sangat tajam, lebih tajam dari pedang yang paling tajam di dunia. Di dalam neraka ada besi-besi pengait yang bengkok dan berduri untuk menyambar atau menusuk orang yang melewati jembatan sesuai amal perbuatan mereka. Ada yang tercabik-cabik sekalipun lolos, ada yang selamat dan banyak yang terlempar jatuh ke neraka.
Suasana jembatan titian ini gelap. Masing-masing orang mendapat cahaya sesuai amal perbuatannya. Ada yang cahayanya sangat terang dan menyorot panjang sejauh jarak Madinah ke Yaman. Ada yang hanya beberapa meter bahkan ada yang berkelap-kelip di ujung kakinya.
Di jembatan titian ini disediakan dua alat bantu yang bisa membantu seseorang saat terpeleset dan bergelantungan di jembatan ini. Dua alat bantu itu adalah catatan amal tentang silaturrahim dan amanah. Bila catatannya baik maka keduanya bisa membantunya selamat melanjutkan titian. Jika catatannya buruk maka dia terlepas dan terlempar ke dalam neraka.
Orang yang pertama kali melewati jembatan ini adalah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Nabi melewatinya secepat kedipan mata. Sesampainya di ujung, Nabi tidak langsung memasuki surga tetapi tetap menunggu umatnya sambil mendoakan, “Ya Allah selamatkan. Selamatkan”.(sdo)