Sebuah jawaban yang tidak terbayangkan sebelumnya. Entah apa yang dirasakan jika jawaban itu disampaikan pada pemuda zaman sekarang. Mungkin kecewa berat dan langsung pulang. Atau mungkin merasa dipermalukan. Namun ini Salman. Sahabat Nabi, sang pencari kebenaran sejati. Pemuda yang kedewasaannya sangat matang jauh melampaui usianya.
“Alhamdulillah, jika demikian aku siap memberikan tabunganku yang semula untuk persiapan pernikahan menjadi maharnya Abu Darda dan biaya pernikahannya,” jawaban itulah yang meluncur dari lisan Salman Al Farisi. Sebuah sikap yang sangat menakjubkan dan mungkin tak akan pernah terulang lagi sepanjang sejarah kehidupan.
Tidak hanya lapang dada lamarannya ditolak, Salman justru membantu membiayai pernikahan gadis yang menolaknya dan memilih teman karibnya itu.
Sikap menakjubkan ini kemudian mendatangkan keberkahan tersendiri. Allah memberikan jodoh terbaik untuk Salman. Seorang wanita yang sangat qona’ah, yang nafkahnya cukup satu dirham sehari untuk satu keluarga.
Bukan karena Salman tidak bisa memberi nafkah lebih. Bukan. Salman bisa saja kaya raya dan hidup bergelimang harta. Tetapi ia memilih jalan hidup zuhud. Tunjangan Salman sewaktu menjadi walikota Madain sebesar 5000 dinar setahun. Tapi uang sebanyak itu dibagikannya kepada fakir miskin dan kaum dhuafa.
Ia lebih memilih menafkahi keluarganya dengan membuat anyaman keranjang. Ia belanja modal 1 dirham, lalu menjual produknya senilai 3 dirham. 1 dirham dipakainya untuk kebutuhan konsumsi keluarga, 1 dirham untuk sedekah, dan 1 dirham lagi untuk modal berikutnya. Sang istri mendukungnya. Mereka menjadi keluarga teladan yang cita-cita terbesarnya adalah ridha Allah dan surgaNya. [Muchlisin BK/Kisahikmah]