Ibrah dari Kisah Infaq Tukang Becak
Dari kisah infaq tukang becak ini, DKM atau Takmir Masjid perlu mengambil ibrah. Bahwa semestinya masjid itu melayani umat dan menjadi solusi. Dan ketika pelayanan masjid dirasakan oleh umat, mereka merasa memiliki dan dengan ikhlas berinfaq dengan sesuatu yang mereka cintai.
Ustadz Muhammad Jazir, Ketua DKM Masjid Jogokariyan yang menjadi saksi ketulusan tukang becak itu mengungkapkan, pada tahun 1999, infaq di Masjid Jogokariyan hanya mencapai Rp 8.640.000 setahun. Setelah pelayanannya diperbaiki, infaq meningkat menjadi Rp 43 juta setahun pada tahun 2000-an. Meningkat terus pada kurun 2006-2008 menjadi Rp 225 juta per tahun. Lalu Rp 354 juta pada 2010. Dan kini, untuk infaq buka puasa saja mencapai milyaran rupiah.
Kedua, kita semua juga bisa mengambil ibrah dari tukang becak. Yang sangat ingin berinfak. Ia menunggu-nunggu kapan punya uang untuk berinfak. Dan saat menerima BLT, ia menginfakkan semuanya.
Bisa jadi, tukang becak itu telah melampaui kebajikan kita karena ia menginfakkan uang yang sebenarnya sangat ia butuhkan. Uang yang sebenarnya sangat ia suka ketika mendapatkannya.
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Kisah infaq seperti ini hendaknya menguatkan kembali semangat kita untuk berinfaq. Yang dengannya kita bisa mencapai kebajikan yang sempurna. Yang dengannya kita mendapatkan cinta dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang dengannya musibah tercegah dan bahagia hadir dalam jiwa. Dan dengannya semoga kita mendapatkan ridha-Nya dan dijadikan ahli surga. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]