Setelah beberapa kali salah masuk gang, sampailah kami di rumah Ibu Eka. Hari ini rencananya kami mengantar uang 350 ribu untuk membantunya agar bisa berjualan. Segera saja wajahnya cerah saat kami menyapanya. Tanpa berkata-kata, dia langsung bergegas pamit meninggalkan kami yang masih berdiri di depan pintu.
“Mau langsung belanja Pak, biar bisa langsung dijual,” katanya sambil bergegas. Dengan cepat dia menyusuri gang-gang sempit yang mengepung rumahnya. Dua jam kemudian, dia kembali dengan membawa kardus berisi snack, makanan ringan, permen, dan aneka camilan lain dan langsung ditata di lapaknya yang terletak di depan rumah.
Dua minggu lalu, ibu 40-an tahun ini datang ke LPM (Lembaga Pelayan Masyarakat) Dompet Dhuafa. Dia tahu LPM dari seorang temannya yang juga pernah dibantu beberapa bulan lalu. Dengan modal bantuan beberapa ratus ribu dari LPM, temannya tadi dapat berjualan dan hasilnya sedikit-sedikit bisa untuk menopang makan sehari-hari. Dengan tekad kuat dan penuh harapan, dia berangkat dari rumahnya di Matraman Dalam, Jakarta Pusat menuju kantor LPM di Ciputat bersama salah seorang anaknya.
Ketika konseling dengan staf LPM, diketahui bahwa Ibu Eka ini memiliki semangat yang kuat untuk berusaha. Walaupun pernah bangkrut berjualan, dia tidak berkecil hati. Bahkan tetap mencari jalan guna meningkatkan penghasilannya.
Hidup menumpang di rumah berloteng ukuran 15 meter persegi milik orang tua, ditambah dengan ketidakpastian penghasilan, terasa memberatkan bagi Ibu Eka. Di rumah ibunya ada dua keluarga yang tinggal; dia, suami, dan dua anaknya; lalu adiknya, juga dengan suami dan kedua anaknya. Suaminya seorang penjahit keliling yang menjajakan jasanya di daerah Karawang.
“Di Jakarta udah banyak tukang jahit keliling,” katanya. Dia bercerita bahwa suaminya hanya dua minggu sekali pulang dengan membawa uang hanya sekitar Rp 100 ribu, kalau sedang ramai bisa Rp 200 ribu.
Dia pernah membantu suaminya berjualan kecil-kecilan, tapi bangkrut. Akhirnya sampai beberapa lama dia benar-benar disubsidi oleh ibunya yang juga hanya berjualan bumbu dapur di pasar.
“Jadi hasil jualan Ibu, buat makan beliau sendiri, keluarga saya dan keluarga adik saya,” tuturnya menerawang. Kepusingannya bertambah karena kedua anaknya yang masih SD tentu tidak hanya butuh makan, tapi seperti teman-temannya, kadang kerap minta jajan.
Sekarang, Ibu Eka sudah mulai berjualan kembali.
“Mudah-mudahan laku, Pak. Kan jadinya bisa nambahin modal,” harapnya. Kami pun hanya bisa tersenyum dan turut mendoakan semoga Ibu Eka dapat rezeki yang baik dan berkah. Di sela-sela gang sempit dan becek, hari ini kami menemukan sebongkah semangat. [dd]