“Mak jangan difoto… malu, lagi kotor,” katanya sambil tersipu malu. Namun setelah dibujuk dan diyakinkan, wanita separuh baya itu akhirnya mengizinkan gambar dirinya diambil. Ada rasa kagum melihat Ibu ini sedang mencangkul sawahnya yang tidak seberapa luas itu. Bukan karena apa-apa, dia mencangkul lahan tidur milik Kompleks Perumahan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten, yang digarap dan ditanaminya sendiri dengan padi.
Namanya Ibu Jani Gomer. Nama yang sangat lekat dengan nuansa Betawi. Gomer sendiri adalah nama suaminya yang telah berpulang ke Rahmatullah empat tahun lalu karena stroke. Janda beranak tujuh yang semuanya perempuan ini melanjutkan kegiatan nyawah guna membantu perekonomian keluarga.
“Kalau pagi, Mak dagang. Kalau sore, nyawah sedikit-sedikit. Mumpung ada lahannya BSD, dan diijinin,” tuturnya datar. Tempat tinggal Mak Jani tidak jauh dari sawahnya. Wilayah ini berada tepat di tengah-tengah dua kompleks besar, Bintaro dan BSD, tepatnya bernama Kampung Perigi, Kelurahan Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan.
Konon, wilayah Kampung Perigi dan sekitarnya ini merupakan satu-satunya perkampungan yang belum jatuh ke tangan developer. Ini karena kekompakan dan keteguhan warga dalam mempertahankan tanahnya. Walaupun sekarang harga tanah sudah melonjak berkisar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per meter persegi, warga tetap bertahan. Kampung Perigi masih asri, banyak pohon-pohon rimbun di sela-sela lebatnya semak-semak dan pohon bambu.
Dengan usaha tani dan berdagang di pasar, Mak Jani bahkan bisa menguliahkan beberapa orang anaknya. Ketujuh anak perempuannya tersebut sekarang sudah ada yang menikah dan tinggal bersama suami-suami mereka. Jadilah Mak Jani seorang diri menggarap sawahnya. Untuk wanita seusianya, tenaganya cukup kuat mengayun cangkul, merapikan pinggir pematang sawah, membalikkan tanah agar gembur, semuanya maraton.
Fenomena Mak Jani, adalah kelangkaan di tengah hiruk pikuk Ibu Kota. Perempuan, janda, hidup sendirian, dan menjalani hidupnya dengan bergantung pada sektor pertanian. Mak Jani bukanlah seorang ahli ekonomi, bukan pula ahli retorika religius. Tapi ada ungkapan Mak Jani yang bila didalami, merupakan sebuah konsep besar yang tidak kalah dengan tutur para Begawan ekonomi.
“Kalau orang tu punya beras, punya makan, pasti yang lain jadi gampang ngerjainnya,” tukasnya semangat.
Mak Jani tidak sendirian mengolah lahan tidur itu. Ada sekitar 10 KK yang juga melakukan hal yang sama. Tanah milik BSD ini awalnya berupa tanah dengan kontur berbukit yang dirimbuni rumput gajah. Bertahun-tahun sejak BSD mulai membangun, rupanya belum semua wilayah dikaveling, termasuk sebagian tanah BSD yang ada di Kampung Perigi ini. Sejumlah warga pun menangkap peluang ini dan mengajukan izin untuk menggarap lahan secara gratis.
Kawasan BSD memang telah menguasai berhektare-hektare tanah untuk dijadikan perumahan di masa datang. Sampai sekarang, belum semuanya dibangun. Pembangunan BSD yang bertahap menguntungkan bagi sebagian warga. Tentu peluang ini hanya untuk warga yang giat, yang mau berlelah-lelah, berkeringat dan tentunya sabar. Mak Jani, seorang perempuan, dengan usia yang hampir senja, masih penuh harapan menggarap lahannya untuk keperluan makan sehari-hari.
“Timbang nganggur, kan sayang. Kalau ntar BSD udah ngebangun, kita ya juga pergi. Tapi kalau masih begini ya kita akan garap terus,” katanya sambil menerawang. Ke depan, apakah orang-orang seperti Mak Jani ini masih bisa bertahan menyambung hidupnya?