Gubuk itu terbuat dari bambu yang sudah usang dimakan waktu. Genting atapnya sudah hitam rapuh terkena kebulan asap dapur, seakan tak kuat lagi menaungi pondasi bangunan yang luasnya hanya sekitar 4 x 5 meter persegi yang berdiri bebas di Kampung Pondok RT 003/009 Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Bogor.
Beberapa tiang penyangganya pun kian lapuk dan tak kuat lagi menahan terjangan angin dan hujan. Lantainya berupa tanah coklat yang menyatu dengan halaman depan. Lampu teplok dari kaleng susu bekas yang diisi minyak tanah dan bahan kain seadanya menjadi benda satu-satunya yang menerangi keluarga ini kala malam tiba. Gubuk itu menjadi istana bagi Timan (40) dan istri yang setia menemaninya.
Timan adalah ayah empat orang anak dan satu orang cucu. Dia sungguh pantang menyerah. Di usianya yang sudah menginjak kepala empat, Timan masih bekerja keras sebagai buruh bangunan. Bertahun-tahun sudah Timan menjadi kuli bangunan dengan upah yang hanya cukup untuk makan dengan menu yang terkadang harus dicarinya dari tumbuh-tumbuhan di kebun milik saudaranya.
Cerita sedih Timan dan istrinya semakin bertambah, saat menerima anak perempuan pertamanya karena diceraikan sang suami. Pasangan ini sudah memberi satu orang cucu buat Timan dan istri. Kini, beban mereka bertambah karena harus ikut member makan sang cucu. Belum lagi kebutuhan biaya pendidikan anak keduanya yang kian bertambah.
Demi menutupi kebutuhan tersebut, sang istri akhirnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan upah Rp 250 ribu rupiah per bulan. Namun, konsekuensinya, kedua anaknya yang masih kecil jadi tak terurus. Kondisi semacam inilah yang mendorong Timan untuk terus bangkit dari keterpurukan dengan cara bekerja apa pun yang dapat menghasilkan uang.
Timan pantang menyerah, bahkan ketika tidak ada lagi orderan dari kontraktor bangunan, Timan tetap menggeluti pekerjaan serabutan demi menyambung nyawa. Menjadi tukang perawat hewan paroan pun dijabaninya, “Yang penting saya dan keluarga bisa makan, Mas,” lirihnya.
Semangat berusaha inilah yang menjadi embrio bagi Timan untuk mencari kesempatan peluang usaha. Hanya saja faktor ekonomi lagi-lagi menjadi kendala utama baginya untuk mewujudkan segala angannya yang sederhana; memiliki keluarga yang tetap ceria di saat sulit.
Semangat itu pula yang membawa Timan akhirnya berjumpa dengan Lembaga Pelayanan Masyarakat Dompet Dhuafa (LPM DD) di daerah Ciputat, Tangerang. Dari LPM DD, Timan mendapatkan modal usaha yang dapat digunakannya sebagai modal beternak ikan di empang milik saudaranya. Kini Timan dapat tersenyum ceria di tengah kesulitannya. mnh/ww/Ibnu