Ada yang berbeda antara Abdul Qodir dengan kawan-kawan seusianya semasa kecil. Jika teman-temannya setelah pulang sekolah biasa bermain atau tidur siang, Qodir lebih senang menyendiri di kamar rumahnya, membaca buku.
Sewaktu ditanya Adin, bapaknya, Qodir kecil mengaku kepingin jadi pembuat sekaligus montir kapal. Ia ingin membuat kapal atau perahu yang besar, agar bapaknya yang bekerja sebagai nelayan bisa dapat ikan banyak setiap hari. Bapaknya cuma tersenyum.
“Pendapatan bapak sehari Rp.10.000-Rp.15.000. Itu jelas nggak cukup untuk jajan adik-adik saya,” cetus Qodir.
Terkadang cara berpikir Qodir kecil sudah seperti orang dewasa. Rosyiah, ibu Qodir, acap dibuat heran dengan ucapan dan tingkah anak kedua dari empat bersaudara itu. Rosyiah yang berprofesi buruh pabrik tekstil berkeyakinan, Qodir bukan anak sembarangan. Qodir punya semangat belajar dan niat kuat untuk merubah nasib keluarganya.
“Sering Qodir ngomong ke saya, ‘Mak, saya pingin sekolah yang tinggi. Tapi dari mana ya, Mak, duitnya?’ Terus saya bilang, kamu belajar aja yang rajin. Insya Allah nanti ada jalannya. Apalagi prestasi kamu di sekolah bagus, ranking pertama terus,” Rosyiah membesarkan hati putranya.
Sebenarnya, dari dalam sanubari, Qodir ingin jadi orang berpendidikan yang sukses. Tapi, melihat kondisi keuangan orang tuanya yang tidak mendukung, keinginan itu pelan-pelan dipendamnya. Apalagi, ia masih ingat betul perkataan bapaknya.
“Kata bapak, kakak saya bisa lulus SMP saja, orang tua sampe babak belur ngongkosinnya,” ujar Qodir.
Qodir menghadapi dilema. Ia mencoba memecahkan dengan jalan pikirannya sendiri. Namun, selalu mentok tak ada solusi. Yang menarik, justru nasehat dan pesan ibunya yang selalu terngiang menjelang Qodir tidur. Sejak itu, Qodir memutuskan tiada hari tanpa belajar, meski belum tahu kelanjutan masa depannya.
Suatu ketika, seseorang dari Dompet Dhuafa (DD) datang ke SDN Muara 1 Teluk Naga Tangerang, sekolah Qodir. DD bekerja sama dengan SDN Muara 1 menggelar lomba cerdas cermat. Pemenangnya mendapatkan beasiswa sekolah gratis di Parung, Bogor. Qodir turut serta dalam ajang itu.
“Ternyata saya menang. Orang dari DD (Mbak Wasiah) ngomong, saya akan dikirim ke Smart Ekselensia Indonesia milik DD, setelah lulus SD. Rencananya, di sana saya disekolahin dari SMP hingga SMA. Semua kebutuhan ditanggung. Wah…saya seneng banget dengernya. Orang tua sampe nangis,” cerita Qodir.
Rupanya Qodir tidak bisa langsung masuk Smart. Beberapa test mesti dilalui. Antara lain membuat tulisan dengan tema Andai Aku Jadi Presiden, mengerjakan soal-soal matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, serta psikotes. Qodir harus bersaing dengan siswa-siswa lain dari berbagai daerah.
“Alhamdulillah saya lulus, diterima di Smart,” ucapnya bangga.
Kebahagiaan Qodir berbarengan dengan kesedihan bapak dan ibunya. Orang tuanya tidak tega melepas kepergian Qodir yang masih bocah. Mereka membayangkan kehidupan Qodir di asrama Smart, tanpa seorang teman pun dari kampungnya.
“Awal-awal Qodir sering ngeluh dan nangis, karena jauh dari orang tua. Di sana belum ada orang yang dikenal. Terus saya dan bapaknya nyabar-nyabarin. Karena sesuai perjanjian dengan Smart, Qodir baru boleh ditengok tiga bulan kemudian dan diizinkan pulang setahun sekali,” beber Rosyiah.
Pelan-pelan Qodir mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia jadi punya teman, sahabat, guru, ilmu, dan dunia baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Apalagi memasuki tahun ketiga, Smart memberikan uang saku kepada para siswa.
Prestasi Qodir selama di Smart cukup bagus. Ia unggul dalam mata pelajaran kimia dan matematika. Nilai semesternya setiap tahun terus meningkat. Prestasi di luar sekolah pun membanggakan. Antara lain pernah menjuarai lomba cepat tepat sains se-Jabodetabek, ikut pesta sains di IPB Bogor, berpartisipasi dalam lomba kreasi barang bekas di ITB Bandung, dan pembina pramuka untuk Jambore Nasional I.
Menurutnya, tantangan berat di Smart adalah ‘mengalahkan’ siswa yang jauh lebih pintar ketimbang dirinya. Dan itu, kata Qodir, kuncinya tidak lain dengan terus menjaga semangat belajar.
Tahun ini Qodir keluar dari Smart setelah mampu menyelesaikan masa studi SMP 2 tahun dan SMA 3 tahun. Ia melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Perkapalan, berkat bantuan Smart. Ia juga mendapat beasiswa pinjaman dari DD untuk biaya kuliah. Selangkah lagi cita-cita Qodir terwujud: jadi montir kapal. Zakat Emang Ajiib…(LHZ/Dompet Dhuafa)