Hidup adalah perjuangan. Banyak orang yang bersusah payah untuk menjalani hidup ini. Tapi, di sisi lain, ada juga yang dengan mudah mendapatkan dan mereguk kehidupan ini, walau tanpa memprhatikan etika dalam berusaha. Ditempuh segala macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Tapi, bagi seorang tukang servis jam tangan, untuk mendapatkan rupiah begitu sulit. Begitulah yang dialami oleh Bahrudin (35), yang kini menjalani profesi sebagai tukang servis jam yang mangkal di depan masjid Al-Hikmah, Bangka dari Senin-Kamis.
Bahrudin, pria kelahiran Rawamangun ini tidak sampai menikmati bangku SMP, karena beliau tidak lulus SD. Alasan yang dituturkan kepada eramuslim juga sama dengan orang-orang miskin lainnya.
“Gak ada biaya,” tutur bapak beranak satu ini. Di samping itu, sejak kecil Bahrudin sudah berjualan es lilin di kereta, untuk membantu ekonomi keluarga. Mungkin tidak hanya Bahrudin saja yang kita tahu mencari rezeki untuk membantu orangtua.
Sekarang ini sudah menjadi pemandangan umum, anak-anak berkeliaran di jalanan pada jam-jam dimana seharusnya mereka menuntut ilmu, untuk sekedar mengais rupiah. Ironis memang.
Dari hobinya mengutak-atik barang mainanlah, akhirnya Bahrudin berani mengutak-atik jam tangan yang membawa dia berprofesi sebagai tukang servis jam sejak 2003. Jadi tanpa belajar khusus.
Pertama kali buka lapak di depan Robinson Pasar Minggu, namun ketika ada kerusuhan tidak lagi. Berpindah-pindah tempat merupakan bagian dari kehidupan sebagai pengusaha jasa kecil ini. Maka sejak 2010, Bahrudin mangkal di depan kantin masjid Al-Hikmah, Bangka dari Senin sampai Kamis secara cuma-cuma.
“Di sini masih sedikit langganannya, kadang pernah dalam sehari tidak ada rupiah yang mampir,” tutur ayah dari M. Dzikri Apriansyah(3). Sedangkan pada hari Jum’at suami dari Iis Masrifah(39)ini buka lapak di perkantoran daerah Kalibata. “Di sini saya bisa dapat 150 ribu sehari, karena pelanggannya orang kantoran,” tukas Bahrudin sambil tersenyum.
“Saya kepengen punya toko jam sendiri,” pungkas pria yang selalu senyum ini mengakhiri obrolannya dengan eramuslim. Begitulah obsesi seorang Bahrudin yang selalu menjaga sholat lima waktunya dan menjalani kesehariannya tanpa keluh kesah.
Memang, Allah Maha Rahman, dicukupkannya rezeki hamba-hambaNya, walaupun menurut ukuran manusia itu tidak cukup. Terbukti, dengan penghasilan yang pas-pasan sebagai tukang servis jam, Bahrudin sampai kini masih bisa hidup bersama keluarganya walaupun masih mengontrak. Allahumma inna nas aluka rizqon halalaan thoyyiban mubaarokan. mnh/MZS