Artinya, meskipun sifatnya sunnah, tapi salat Dhuha memiliki banyak sekali keutamaan. Dengan berkah dan keutamaannya yang sangat banyak, maka jika orang-orang sadar akan keutamaan salat Dhuha , pasti mereka tidak akan melewatkannya. Di antara keutamaannya, salat Dhuha dapat menggantikah kewajiban sedekah seluruh persendian.
Dalam redaksi lain, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (Subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (Alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (Laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah , dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi munkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan salat Dhuha sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim).
Hadis itu menunjukkan keutamaan salat Dhuha. Meski salat Dhuha dilakukan dengan minimalnya adalah dua rakaat. Sedekah adalah segala bentuk kebaikan, bukan hanya terbatas bersedekah dengan harta. Salat Dhuha bisa menggantikan sedekah dengan seluruh persendian.
Hadis yang lain :
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعاً ، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللهُ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan empat rakaat salat Dhuha dan menambahkannya sesuai dengan kehendak Allah.” (HR. Muslim). Ya, salat Dhuha boleh dengan empat rakaat, caranya bisa dengan dua rakaat salam dan dua rakaat salam. Dari hadis ini disimpulkan bahwa tidak ada rakaat maksimal untuk salat Dhuha, boleh lebih dari empat, delapan, atau dua belas rakaat.
وَعَنْ أُمِّ هَانِىءٍ فَاخِتَةَ بِنْتِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، عَامَ الفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ ، صَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ، وَذَلِكَ ضُحىً. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَهَذَا مُخْتَصَرُ لَفْظِ إِحْدَى رِوَايَاتِ مُسْلِمٍ.
Dari Ummu Hani’ Fakhitah binti Abu Thalib radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Fathu Makkah, maka aku mendapati beliau sedang mandi. Ketika beliau selesai dari mandinya, beliau melakukan salat delapan rakaat, dan itu pada waktu Dhuha.” (Muttafaqun ‘alaih) dan (HR. Bukhari Muslim).
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan salat Dhuha delapan rakaat. Apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan delapan rakaat bukan menunjukkan batasan salat Dhuha itu delapan rakaat. Pendapat paling kuat, salat Dhuha tidak dibatasi jumlah rakaatnya. Dalam riwayat hadis ini, disebutkan bahwa Fakhitah mengucapkan salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti hal ini menunjukkan bahwa boleh wanita mengucapkan salam pada pria selama aman dari godaan.
Dijelaskan juga bahwa dibolehkan melakukan salat Dhuha mulai dari meningginya matahari sampai tergelincirnya. Namun yang lebih utama dilakukan ketika hari makin panas (menjelang makin siang atau beberapa menit sebelum dzuhur) dan meningginya waktu Dhuha.