Eramuslim – Setelah hijrah dari Kota Mekkah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan perjanjian nonagresi dan konsistensi damai dengan kaum Yahudi. Namun, bukannya menghormati perdamaian, Yahudi justru menghasut dan memecah belah kaum Muslim.
Pernah suatu ketika, Sayidina Abu Bakar radhiyallahu anhu mengajak salah satu suku Yahudi untuk masuk Islam. Namun, yang diajaknya menjawab ketus, “Demi Allah, hai Abu Bakar, sebenarnya bukan kami yang butuh pada Allah. Tetapi, justru Allah yang membutuhkan kami. Bukan kami yang merayu-rayu Allah, tapi justru Allah yang merayu-rayu kami. Kami tidak butuh kepada-Nya, tetapi Dia yang butuh kepada kami. Kalau benar Tuhan kalian kaya, pasti Dia tak akan meminta kami meminjamkan uang kami kepada-Nya, seperti yang dikatakan Muhammad sahabatmu.”
Dengan ucapan itu, si Yahudi menyindir-nyindir firman Allah, “Siapakah yang mau meminjami Allah dengan cara baik, maka Allah akan menggandakannya berlipat-lipat.” (QS Albaqarah [2]: 245).
Mendengar ucapan tersebut, Abu Bakar yang terkenal lembut menjadi sangat marah. Sambil menampar si Yahudi, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, kalau tidak karena adanya perjanjian di antara kita, niscaya sudah aku penggal batang lehermu.”
Kemudian, Abu Bakar mengadukan ucapan si Yahudi kepada Rasulullah. Lalu, turunlah ayat, “Allah telah mendengar perkataan mereka yang berucap, ‘Sesungguhnya Allah fakir, sedangkan kami kaya’. Akan Kami catat semua perkataan mereka dan tindakan mereka yang membunuh para Nabi tanpa hak serta Kami akan katakan kepada mereka, ‘Rasakan siksaan azab pembakaran’!” (QS Ali Imran [3]: 181).