Allah Ta’ala tidak menyebutkan ‘orang yang tidak memberi makan orang miskin’ tapi ‘orang yang tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin’. Artinya, dua perkara ini memang soalan yang berbeda. Bahwa memberi makan orang miskin hanya bisa dilakukan oleh orang kaya, sedangkan menganjurkan memberi makan kepada orang miskin bisa dilakukan oleh siapa saja.
Orang-orang ini, bisa saja tidak terlalu kaya. Akan tetapi, lantaran kebodohannya, dia hanya menikmati rezeki dari Allah Ta’ala untuk dirinya sendiri, bahkan tidak mendidik istri, anak-anak, dan keluarganya untuk berbagi makanan dan kebahagiaan kepada orang-orang miskin.
“Orang ini,” tulis Prof. Dr. Hamka, “termasuk orang yang mendustakan agama. Karena, dia mengaku menyembah Allah Ta’ala, tapi tidak perhatian dan tidak membantu kepada hamba-hamba-Nya yang membutuhkan pertolongan.”
Hendaknya kita memperhatikan dua hal ini dengan saksama. Jangan dianggap remeh atau sederhana. Jadikan dua hal ini sebagai prioritas untuk kita hilangkan dari dalam diri, keluarga, dan masyarakat tempat kita menetap.
Sebaliknya, jika dua hal ini bisa kita lawan dengan perbuatan sebaliknya, keberkahan akan dilimpahkan kepada kita. Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjanjikan tempat terhormat bagi kita, kelak di surga-Nya.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]